jpnn.com, SURABAYA - Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) menerima laporan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal yang telah dilakukan PT TransFood and Beverage.
Bahkan, perusahaan yang bergerak di bidang food chain industry dan memiliki beberapa franchise serta unit usaha ini juga merumahkan ratusan pekerjanya serta mengabaikan hak-hak mereka.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Jokowi Kesal, Sri Mulyani Buka Data Menyedihkan, Korban PHK Mau Jual Ginjal
Diketahui, PT TransFood and Beverage adalah perusahaan yang memiliki franchise dengan merek ternama seperti Wendys, Baskin Robbins, Coffeebean Tea and Leaf, dan Tasty Kitchen.
Perusahaan ini juga memiliki unit usaha di sejumlah kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Kupang, dan lain-lain.
BACA JUGA: Menyedihkan, Buruh Perempuan Kena PHK tanpa Digaji dan Diusir dari Kontrakan
Sekretaris Jenderal SPBI, Fatkhul Khoir mengatakan laporan soal PHK massal itu diterima pada 31 Maret 2020.
Dalam laporan disebutkan sejumlah pekerja mendapatkan surat pemberitahuan perihal istirahat sementara waktu (dirumahkan) mulai 1 s/d 13 April 2020 dengan alasan sejumlah gerai telah ditutup akibat pandemi Covid-19.
BACA JUGA: PHK Terjadi di Mana-mana, Sukarelawan Pendukung Jokowi: Pemerintah Abai Melindungi Rakyat
Kemudian, pada 13 April 2020 perusahaan memperpanjang waktu istirahat bagi pekerja hingga akhir April. Namun, pada akhir April perusahaan menyampaikan bahwa pekerja yang diistirahatkan/dirumahkan akan di-PHK.
Selanjut, pada 27 April 2020, perusahaan mengeluarkan internal memo (pengumuman untuk para pekerja) yang isi di antaranya mulai PHK hingga pemotongan gaji.
"Dari pengaduan itu, dugaan pemaksaan dalam PHK tersebut. Karena sejumlah pekerja menginformasikan, mereka diwajibkan menandatangani surat kesepakatan bersama tentang pengakhiran hubungan kerja," katanya, seperti dalam rilis yang diterima ngopibareng.id.
Kata Fatkhul, ancaman perusahaan terhadap karyawan apabila tidak mau menandatangani itu bermacam-macam.
"Ada yang tidak menyerahkan ijazah karyawan (yang sebelumnya telah diserahkan para pekerja saat mereka diterima bekerja). Ada juga yang tidak memberikan surat paklaring (surat referensi kerja) yang dbiasanya diperlukan pekerja untuk mencari pekerjaan yang baru dan mengambil dana JHT dari BPJS Ketenagakerjaan," katanya.
Sebagian besar pekerja diikat dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Akan tetapi PKWT itu masih tersisa beberapa bulan ke depan, dan perusahaan tidak bersedia membayar upah sisa masa kontraknya.
Dugaan pelanggaran hukum lain PT TransFood and Beverage adalah selama satu bulan terakhir telah memotong upah pekerja secara tidak wajar sehingga sebagian pekerja menerima upah di bawah ketentuan UMK.
"Tidak hanya itu, iuran BPJS karyawan juga tidak dibayar oleh perusahaan. Ada juga yang dipotong. Sampai saat ini masih ada sejumlah pekerja yang belum menerima upahnya sesuai yang dijanjikan pada 26 April 2020," katanya.
Karena itu, lanjut Fatkhul, SPBI menilai PT Trans Food and Beverage diduga melanggar ketentuan yang diatur dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagekaerjaan, PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, serta dugaan melakukan tindak pidana penggelapan upah.
"Walaupun Indonesia dalam situasi pandemic Covid-19, ini bukan alasan perusahaan seenaknya sendiri membuat aturan yang melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku," tegasnya. (ngopibareng/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia