Perwira Tinggi Jabat Komisaris BUMN, Dwifungsi ABRI Jadi Dwifungsi Polri?

Sabtu, 20 Juni 2020 – 19:38 WIB
Neta S Pane. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengomentari kebijakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, mengangkat sejumlah perwira tinggi Polri dan TNI menjabat komisaris di sejumlah perusahaan pelat merah.

Neta membandingkan kondisi saat ini dengan masa saat Orde Baru.

BACA JUGA: Neta S Pane: Polri Jangan Mau Diperalat Menteri Perhubungan

Menurutnya, pada masa lalu cukup banyak pejabat militer menduduki posisi jabatan sipil maupun rangkap jabatan.

"Era tersebut dikenal sebagai dwifungsi ABRI. Saat Orde Baru tumbang, rakyat mempermasalahkan dwifungsi dan rangkap jabatan militer ini, sehingga di awal reformasi dwifungsi dan rangkap jabatan dihilangkan," ujar Neta di Jakarta, Sabtu (20/60.

BACA JUGA: Skema Dana Talangan BUMN Tidak Perlu Dikhawatirkan

Menurut Neta, kondisi yang sama seperti Orde Baru, kini kembali dirasakan.

Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo, rangkap jabatan dan dwifungsi muncul kembali dengan gaya baru.

BACA JUGA: Erick Thohir Rombak Direksi & Komisaris Telkom, ada Pendiri Bukalapak Hingga Rizal Mallarangeng

"Presiden Jokowi memberi peran yang cukup besar pada kalangan kepolisian, sehingga muncul istilah dwifungsi polri. Selain menjadi menteri dan komisaris, cukup banyak posisi sipil yang dipegang jenderal polisi," ucapnya.

Neta mengistilahkan, di era Soeharto militer mungkin terkesan dimanjakan.

Namun di era Jokowi, perwira tinggi dari kepolisian yang terkesan dimanjakan.

"Jika Soeharto memanjakan militer, Jokowi terkesan memanjakan jenderal polisi. Sepertinya strategi dwifungsi ini adalah strategi balas jasa. Jika Soeharto terkesan balas jasa ke kalangan militer, Jokowi terkesan balas jasa ke kalangan Polri," katanya.

Neta kemudian mengingatkan, ketika urusan balas jasa diutamakan, maka jangan harap BUMN bisa berdiri tegak dan gagah dalam menjalankan bisnis seperti yang diharapkan.

"BUMN yang diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi dan sumber pendapatan pemerintah akan jauh panggang dari api," katanya.

Menurut Neta, beban politik balas jasa akan sarat dengan kompromi yang memberatkan pengembangan BUMN sebagai sumber bisnis, memberi pemasukan pada anggaran negara.

"Dengan adanya berbagai kompromi, saya kira kontrol terhadap BUMN sebagai institusi bisnis pemerintah juga menjadi kendor. Ujung-ujungnya target bisnis BUMN tak akan tercapai. Tentunya ini sangat disayangkan," katanya.

Menteri BUMN Erick Thohir diketahui telah menunjuk empat petinggi Polri dan TNI masuk dalam jajaran komisaris emiten pelat merah.

Masing-masing Marsekal Madya Andi Pahril Pawi, ditunjuk sebagai Komisaris Independen PT Bukit Asam Tbk. Lalu, perwira tinggi Polri Irjen Carlo Brix Tewu sebagai komisaris PT BA.

Kemudian Komjen Pol Bambang Sunarwibowo, diangkat menjadi komisaris di PT Aneka Tambang.

Erick juga menunjuk purnawirawan TNI Dody Usodo Hargo sebagai Komisaris Utama PT Adhi Karya Tbk. (gir/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler