Pesan di Balik Megahnya Payas Agung dan Perayaan HUT Kemerdekaan: Jangan Lupakan Bali

Selasa, 17 Agustus 2021 – 14:27 WIB
Puan Maharani mengenakan busana Payas Agung Bali. Foto: Dokumen pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani mengenakan busana Paya Agung Bali saat menghadiri sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR dan DPD tahun 2021 di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara pada Senin (16/8).

Payas Agung adalah satu dari tiga pakaian adat Bali selain Payas Madya dan Payas Alit. Tiap jenisnya memiliki peruntukan yang berbeda saat penggunaannya. Payas Agung biasanya dikenakan saat acara penting dan upacara keagamaan.

BACA JUGA: Puan Beri Peringatan Kepada Pemerintah soal Utang

Puan mengaku tidak ada desainer khusus yang membantunya memilih busana untuk acara kenegaraan tersebut. Dia hanya menggunakan pakaian koleksi pribadi.

“Ini baju saya sendiri, enggak ada desainer. Saya yang pilih kainnya. Ini kain Bali sidemen,” ujar Puan dalam siaran persnya, Selasa (17/8).

BACA JUGA: Memikul Beban Sebagai Cucu Soekarno & Anak Megawati, Puan Maharani Punya Gaya Kepemimpinan Seperti Apa?

Puan memilih busana Payas Agung sebagai penyemangat bagi masyarakat Bali untuk kembali bangkit dan terus berjuang di tengah pandemi ini.

Ada kurang lebih 5.000 hotel di Bali, lebih dari separuhnya terpaksa tutup dalam setahun terakhir. Hotel yang tetap buka, hanya memiliki tingkat hunian rata-rata 5 persen.

BACA JUGA: Mbak Puan Minta Pak Jokowi Tak Berpasrah Diri Saja

Sekitar 300.000 pekerja hotel dan restoran dirumahkan. Demikian pula dengan 75.000 pekerja sektor transportasi dan 360.000 pekerja industri pendukung lainnya.

Lebih dari setengah perekonomian Bali ditopang oleh industri pariwisata. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Bali turun hingga 12,28 persen pada kuartal III-2020, dan kontraksi 12,21 persen pada kuartal IV-2020 jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019.

Secara kumulatif, ekonomi Bali sepanjang 2020 mengalami kontraksi 9,31 persen. Hal ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah.

Tentu saja pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah Provinsi Bali juga bergerak dengan menggencarkan program vaksinasi terutama bagi peserta industri pariwisata dan merumuskan berbagai kebijakan untuk membuat Bali tak lagi bergantung sepenuhnya pada sektor pariwisata.

Pemerintah pusat meluncurkan program WFB (Work From Bali) yang tentu saja kontradiktif dengan pembatasan kegiatan masyarakat berjilid-jilid. Tapi bagaimanapun juga itu adalah usaha yang patut diapresiasi, walau belum tentu bisa dilaksanakan.

Sekarang, bola ada di tangan pemerintah, bagaimana menyeimbangkan peraturan dan misi menyelamatkan ekonomi.

“Harus ada aturan yang jelas, disosialisasikan dengan baik. Pemerintah harus terkoordinasi, satu suara sehingga tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat,” kata Puan.

Sebelumnya, Gubernur Bali I Wayan Koster meminta kebijakan spesifik dan spasial dalam upaya pemulihan ekonomi Bali pasca-pandemi Covid-19, utamanya di sektor pariwisata. Pasalnya, pelaku pariwisata Bali paling besar terdampak pandemi.

Pada April lalu, Koster sempat mengungkapkan harapannya agar semua pemangku kebijakan untuk tidak melupakan Bali yang terdampak begitu hebat selama pandemi Covid-19.

Ketika kondisi normal pada medio 2019 lalu, sebanyak 6,3 juta wisatawan mancanegara (Wisman) datang ke Bali yang setara 39 persen dari jumlah total wisman nasional. Angka tersebut juga berarti jumlah devisa sebesar 29 persen dari total devisa sektor pariwisata Indonesia.

“Belum lagi untuk wisdom (wisatawan domestik) di mana ada 10 ,5 juta orang datang ke Bali. Jadi Ekonomi sangat tergantung pariwisata, dan jika normal pertumbuhan ekonomi kita selalu di atas rata-rata nasional,” ujar Koster. (cuy/jpnn)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler