Pesan Menteri Siti Kepada Delegasi Indonesia Menjelang KTT Perubahan Iklim 2024

Minggu, 04 Agustus 2024 – 15:37 WIB
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dalam pertemuan Kick-off Persiapan Delegasi Indonesia menuju COP29 di Jakarta, Jumat (2/8/2024). Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Pada momen persiapan Delegasi Indonesia menuju COP29, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyampaikan Azerbaijan selaku COP29 Presidency telah mencanangkan “in a solidarity for a green world” sebagai tema COP29.

Tema tersebut berfokus pada kebutuhan untuk berinvestasi hari ini demi untuk menyelamatkan masa depan dengan perencanaan yang didasarkan pada dua pilar, yaitu “meningkatkan ambisi” dan "memungkinkan tindakan".

BACA JUGA: Lippo Karawaci Perangi Perubahan Iklim Lewat Audit Energi dan Digitalisasi

Pilar pertama berfokus pada penggabungan elemen-elemen kunci untuk memastikan semua pihak berkomitmen pada rencana nasional yang ambisius dan transparansi.

Sedangkan pilar kedua, mencerminkan peran penting finance/pendanaan sebagai alat utama untuk mengubah ambisi menjadi tindakan dan mengurangi emisi, beradaptasi, dan mengatasi kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim.

BACA JUGA: Hadir dengan Desain Kekinian, Kia Carnival Hybrid Berpartisipasi Cegah Perubahan Iklim

“Hal ini guna memastikan hasil yang inklusif berdasarkan solusi bersama," ujar Menteri Siti dalam pertemuan Kick-off Persiapan Delegasi Indonesia menuju COP29 di Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Dari penekanan Presidensi COP29 pada isu-isu negosiasi tersebut, Menteri Siti mengharapkan kiranya para negosiator Indonesia dapat memperoleh gambaran lansekap utama negosiasi di COP29 dan sekaligus dapat mencermati lebih mendalam terhadap perkembangan yang terjadi selama periode inter-sessional menjelang COP29 serta mencari celah dan peluang untuk menempatkan Indonesia pada posisi yang terbaik berdasarkan kepentingan nasional Indonesia.

Dia mencontohkan untuk penetapan New Collective Quantified Goal (NCQG) atau target pendanaan iklim baru periode 2025 onwards untuk negara berkembang yang dimandatkan untuk diputuskan pada COP29.

Indonesia menyerukan agar Para Pihak bercermin pada pengalaman dan tidak mengulang kesalahan yang sama dalam mewujudkan aliran pendanaan kepada negara berkembang sebesar USD 100 milar / tahun yang seharusnya telah terwujud sejak tahun 2020.

“Mengapa ini sangat ditekankan Indonesia karena kita mendukung hal yang sama dengan Azerbaijan dalam terwujudnya peningkatan aliran pendanaan yang mendukung transisi yang adil dan merata menuju pembangunan rendah emisi GRK dan tangguh iklim," ujar Menteri Siti.

RI Tunjukkan “Leading by Example”

Bukan tanpa alasan, Indonesia telah menunjukan leading by example dalam ambisi menurunkan emisi karbon dan telah diakui dunia internasional sebagai negara super power dalam pengendalian perubahan iklim.

Dengan begitu, pada perundingan COP 29 yang akan diselenggarakan di Baku, Azerbaijan pada 11 hingga 22 November 2024, Delegasi Indonesia harus bisa melakukan negosiasi untuk memastikan semua negara menunaikan kewajibannya mengendalikan perubahan iklim sejalan dengan pengutamaan kepentingan nasional Indonesia.

Dalam upaya pengendalian perubahan iklim Indonesia telah sangat maju dalam menghimpun serangkaian modalitas dan perkembangan yang telah dilaksanakan Indonesia.

Pertama, peningkatan target reduksi emisi GRK dari 29 persen menjadi 31,89 persen melalui pendanaan nasional, dan hingga 41 persen menjadi 43,20 persen melalui dukungan internasional yang disampaikan ke UNFCCC pada tahun 2022 (sumber: dokumen First NDC, KLHK 2016; dokumen Updated NDC, KLHK 2021; dokumen Enhanced NDC, KLHK, 2022).

Kedua, Indonesia telah memiliki kebijakan perencanaan meliputi FOLU Net-sink 2030, Long Term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) 2050 dan visi  Net Zero Emission 2060 or sooner.

Ketiga Indonesia juga telah memiliki regulasi atau dasar hukum dan kelembagaan penyelenggaraan NDC dan implementasi Article 6 of the Paris Agreement berupa  Peraturan Presiden Nomor 98/2021 tentang  Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon.

Keempat Indonesia juga telah memiliki beberapa infrastruktur untuk implementasi kerangka transparansi meliputi Sistem  Inventarisasi GRK Nasional SIGN-SMART, Sistem Registri Nasional dan MRV, dan Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK) yang baru-baru ini memenangkan penghargaan United Nations Public Service Award - 2024 untuk Special Category Tackling Climate Change pada Bulan Juni yang lalu di Korea Selatan.

Selain itu Indonesia juga telah memiliki Bursa Karbon, Rumah Kolaborasi dan Konsultasi Iklim dan Karbon, dan FOLU Operation and Collaboration Center (FOLU COLL) yang menjadi pusat kendali operasional FOLU Net Sink.

"Ini tidak main-main kita kerja keras betul, Jadi Indonesia sangat serius dalam upaya pengendalian perubahan iklim," tegas Menteri Siti.

Kemudian juga dalam rangka merespons Decision 1/CP.21 paragraf 24 dimana Para Pihak diminta untuk meninjau kembali dan memperkuat target 2030 NDC-nya sebagaimana diperlukan untuk menyelaraskan dengan tujuan suhu global sesuai Persetujuan  Paris pada akhir tahun 2024, Indonesia akan menerbitkan dokumen Second NDC yang  direncanakan disampaikan ke UNFCCC sebelum akhir tahun 2024 ini.

Di dalam dokumen Second NDC akan dilakukan penyelarasan pada skenario 1,5°C untuk mencapai net zero emission tahun 2060, juga akan diselaraskan dengan target LTS-LCCR 2050 dengan cakupan jenis Gas Rumah Kaca akan meliputi CO2, CH4, N2O, HFC.

Tingkat emisi pun akan menggunakan Reference Year 2019 yang akan mencakup target Indonesia FOLU Net-Sink 2030 sebesar -140 juta ton CO2e. Sektor lain juga akan dicakup meliputi sektor/sub-sub sektor baru yaitu kelautan  dan hulu migas, dimana sektor energi akan disesuaikan dengan Rancangan  Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN).

Optimistis Indonesia Mampu Tingkatkan Target Reduksi Emisinya

Indonesia juga akan menetapkan Peaking rata-rata tahun 2030, mendetilkan Just transition mencakup implementasi Result-Based Payment REDD+, NEK, SRN, MRV, dan pada alemen Adaptasi akan mencakup komitmen  penguatan sistem (termasuk early warning system) dan aksi adaptasi, serta update pelaporan Adaptation Communication.

"Jadi, di sektor FOLU sendiri kita akan mempertajam disektor below ground biomass setelah sebelumnya kita banyak mengeksplirasi di above ground biomass," ujar Menteri Siti.

Dengan kondisi kesiapan Indonesia dalam memperkuat target 2030 NDC-nya tersebut, Menteri Siti optimistis Indonesia dapat meningkatkan target reduksi emisinya lebih ambisius lagi di dokumen Second NDC-nya, hal ini mengingat keterlibatan para pihak yang makin baik dari unsur masyarakat dan dunia usaha, seperti pada sektor pengelolaan persampahan, pertanian rendah emisi, dan kerjasama dengan filantropis dunia.

"Kita semua mengetahui bahwa salah satu sasaran Visi Indonesia Emas 2045 untuk mewujudkan Indonesia sebagai Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan,  adalah dengan melalui menurunnya intensitas emisi GRK menuju Net Zero Emission yang ditargetkan sebesar 93,5 persen," ujar Menteri Siti.

Dia berharap melalui penguatan kebijakan pengendalian perubahan iklim yang akan tertuang dalam Second Nationally Determined Contribution nanti, dokumen akan bersifat transformatif, mengarusutamakan aksi iklim ke dalam perencanaan pembangunan yang lebih luas, mengkatalisasi investasi untuk aksi iklim yang efektif, dan mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.

"Kita semua optimis bahwa secara bersama-sama Indonesia akan mampu menghadapi tantangan dan dampak perubahan iklim yang meluas baik di tingkat nasional dan global," pungkas Menteri Siti.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler