jpnn.com - Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, memiliki sejarah panjang dalam pendidikan Islam, salah satunya melalui pondok pesantren.
Pondok pesantren tidak hanya menjadi lembaga pendidikan, tetapi juga pusat pengembangan karakter, moral, dan spiritual bagi para santri.
BACA JUGA: Kaesang Mempersilakan Ade Armando Keluar dari PSI jika Tidak Bisa Mengikuti Konstitusi Terkait DIY
Di tengah bonus demografi yang tengah dialami oleh Indonesia, Ketua Partai Solidaritas Indonesia, Kaesang Pangarep, melihat peluang besar untuk berkontribusi dalam mengatasi tantangan yang dihadapi pondok pesantren di era ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) telah memperkirakan, Indonesia akan menikmati era bonus demografi pada tahun 2020-2035. Pada masa tersebut, jumlah penduduk usia produktif diproyeksi berada pada grafik tertinggi sepanjang sejarah.
BACA JUGA: Kaesang Blak-blakan soal Debat Cawapres, Singgung tentang Aura yang Hilang
Era bonus demografi itu juga ditandai dengan dominasi jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) atas jumlah penduduk tidak produktif (usia 0-14 tahun dan 65+), yang bisa dilihat dari angka rasio ketergantungan yang rendah.
Rasio ketergantungan sendiri merupakan perbandingan antara jumlah penduduk usia tidak produktif dengan jumlah penduduk usia produktif.
BACA JUGA: Peran Vital Pemuda dalam Politik dan Transformasi Melalui Visi Kaesang PSI
Bonus demografi, yang merujuk pada proporsi besar penduduk usia produktif dalam suatu negara, memberikan potensi besar untuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
Namun, untuk mengoptimalkan potensi ini, diperlukan investasi dalam pendidikan.
Pondok pesantren memiliki peran penting dalam menjawab kebutuhan ini, karena tidak hanya memberikan pendidikan agama, tetapi juga pembekalan keterampilan dan nilai-nilai moral kepada generasi muda.
Pesantren telah melintasi waktu yang sangat panjang berikut pengalamannya yang bermacam-macam dan telah berpartisipasi memecahkan problem umat pada berbagai aspek kehidupan baik pendidikan, dakwah, politik, sosial-ekonomi maupun aspek lainnya seperti sosial-budaya, sosial-religius, pembangunan, dan lain-lain.
Namun, pesantren tetap menampakkan sebagai lembaga pendidikan hingga sekarang ini yang tumbuh subur di bumi Indonesia meskipun menghadapi gelombang modernisasi dan globalisasi.
Eksistensi pondok pesantren dalam menyikapi perkembangan zaman, tentunya memiliki komitmen untuk tetap menyuguhkan pola pendidikan yang mampu melahirkan SDM yang handal.
Selain itu, pesantren juga memiliki tantangan yang cukup berat dalam menghadapi era “Bonus Demografi”.
Sebagai lembaga pendidikan yang masih survive, pondok pesantren telah membuka diri dengan berbagai pertimbangan dan musyawarah yang sangat ketat oleh para pemimpinnya bahkan sekarang pondok pesantren sudah mulai bergeser melakukan gebrakan baru dengan menerapkan manajemen modern serta menerapkan manajemen terbuka dan kepemimpinan kolektif.
Faktanya, pondok pesantren merupakan sasaran bagi masyarakat untuk menimba ilmu pengetahuan yang tidak hanya dalam bidang agama tetapi mencakup bidang-bidang lain, seperti ekonomi, sosial, maupun teknologi.
Kaesang Pangarep, dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman di dunia wirausaha, memiliki potensi besar untuk membawa inovasi dan solusi baru dalam menghadapi tantangan pondok pesantren.
Dengan memanfaatkan keahlian teknologi informasi, Kaesang dapat membantu memperkenalkan kurikulum yang lebih modern, memperluas akses terhadap sumber daya digital, dan mendukung program-program kewirausahaan di kalangan santri.
Kaesang melalui Partai Solidaritas Indonesia dapat menjadi penggagas dan pendukung utama dalam advokasi pendidikan modern di pondok pesantren.
Melalui pembuatan kebijakan dan inisiatif legislasi, PSI dapat mengupayakan dukungan pemerintah dan masyarakat untuk memasukkan unsur-unsur kurikulum modern, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, dan kewirausahaan, ke dalam pondok pesantren.
PSI memiliki rekam jejak sebagai partai yang mengakomodasi aspirasi generasi millennial dan generasi Z, termasuk kelompok santri.
Dengan visi progresif dan inklusif, PSI dapat menjadi wadah bagi generasi muda dan masyarakat yang berada di lingkungan pesantren.
Sebagai produk dari generasi yang sama, Kaesang bisa menerjemahkan dan mengartikulasikan aspirasi, harapan, dan tantangan yang dihadapi oleh anak muda dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi.
PSI juga berusaha memahami realitas dan kebutuhan santri. Dengan memahami lingkungan pesantren dan budaya santri, PSI dapat menciptakan kebijakan yang lebih relevan dan mendukung perkembangan pendidikan di pondok pesantren.
Dewasa ini, jumlah pesantren di Indonesia telah tercatat lebih 11.000 buah dengan jumlah santri lebih dari 2.500.000.
Sebagian besar jumlah tersebut di atas justru terletak di daerah pedesaan, sehingga ia telah ikut berperan aktif di dalam mencerdaskan bangsa khususnya masyarakat lapisan akar rumput.
Komitmen Kaesang dan PSI dapat membantu pemanfaatan bonus demografi sehingga tercipta tiga kondisi berikut; pertama, pertambahan penduduk usia kerja dibarengi oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dari segi kesehatan maupun pendidikan dan keterampilan serta peningkatan soft skill sehingga mereka memiliki daya saing secara global.
Kedua, penduduk usia kerja dapat diserap oleh pasar kerja yang tersedia. Ketiga, tersedianya cukup lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga kerja yang tersedia.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, santri dan pondok pesantren merupakan variabel penting yang harus dipertimbangkan dalam menghadapi bonus demografi.
Jika pengembangan kapasitas sanri sebagai sumber daya manusia dan kualitas pondok pesantren sebagai institusi pendidikan diperhatikan, Kaesang dapat memastikan bahwa Indonesia akan menghadapi masa depan yang cerah dengan bonus demografi yang berkualitas.
Penulis Adalah Pegiat Isu Perempuan & Pemuda di Lingkar Anak Muda Kudus
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif