Pesawat terakhir yang mengangkut pasukan Amerika Serikat telah meninggalkan Afghanistan hari ini, sementara Taliban menyatakan negara itu akhirnya berhasil mencapai kemerdekaan.
Panglima Komando Pusat AS Jenderal Frank McKenzie mengonfirmasi penerbangan terakhir meninggalkan Bandara Internasional Hamid Karzai tepat sebelum tenggat waktu yang ditetapkan Presiden Joe Biden 31 Agustus 2021.
BACA JUGA: LGBT Afghanistan Bersembunyi karena Takut Dirajam oleh Taliban
Jenderal McKenzie mengatakan pasukan AS tidak mengevakuasi semua orang yang mereka inginkan dari Afghanistan, dan masih ada ratusan warga sipil AS yang berada di sana.
"Banyak kekecewaan terkait dengan kepergian ini. Kami tidak berhasil mengeluarkan semua orang yang kami inginkan," ucapnya.
BACA JUGA: Taliban Kuasai Afghanistan, Mobil Tempur Tinggalan AS Berkonvoi ke Iran
"Namun, bila kami tinggal 10 hari lagi, kami tidak yakin akan bisa mengeluarkan semua orang juga," tambahnya.
Jenderal McKenzie mengatakan pesawat terakhir telah berangkat pukul 15:29 waktu Washington DC.
BACA JUGA: Yudi Purnomo Sebut Stigma Taliban Hancurkan Semangat Pegawai KPK
Kabul berbeda delapan setengah jam lebih cepat dari Washington DC, yang berarti penerbangan terakhir AS ini berangkat pada pukul 23:59 30 Agustus, satu menit sebelum batas waktu Biden pada 31 Agustus.
Ribuan tentara AS dan sekutunya menghabiskan waktu dua minggu dalam misi evakuasi udara yang tergesa-gesa dan berisiko.
Ada puluhan ribu warga Afghanistan, Amerika, Australia, dan negara lainnya yang berusaha melarikan diri dari negara yang kini kembali ke tangan gerilyawan Taliban.
Bandara Internasional Hamid Karzai itu merupakan area terakhir yang dikuasai AS dalam perang 20 tahun yang merenggut lebih dari 2.400 nyawa warga AS.
Administrasi Penerbangan Federal AS (FAA) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa bandara itu sekarang tanpa pelayanan kontrol lalu-lintas udara.
Jam-jam menjelang berakhirnya misi evakuasi ditandai oleh drama yang luar biasa.
Pasukan AS menghadapi tugas berat untuk membawa pengungsi terakhir ke pesawat sementara harus mengeluarkan diri mereka sendiri dan peralatan perangnya.
Semua itu dilakukan di tengah ancaman serangan oleh kelompok teroris yang menamakan diri Negara Islam Khorasan (IS-K), yang terbukti melakukan bom diri dan sekali serangan roket.
Bom bunuh diri pada 26 Agustus telah menewaskan 13 prajurit Amerika dan 169 warga Afghanistan.
"Ancaman terhadap pasukan kami, terutama dari IS-K sangat nyata dan tragis mengakibatkan hilangnya 13 prajurit dan puluhan warga sipil Afghanistan," kata Jenderal McKenzie.
Penarikan pasukan ini memenuhi janji Presiden Biden untuk mengakhiri apa yang disebutnya "perang berkepanjangan " yang dimulai sebagai tindakan balasan atas serangan 11 September 2001. Taliban menyatakan kemerdekaan Afghanistan
Para pejuang Taliban menyaksikan pesawat terakhir AS itu meninggalkan Afghanistan dengan melakukan tembakan perayaan ke langit malam Kota Kabul.
Juru bicara kelompok ini Qari Yusuf mengatakan Afghanistan sekarang adalah negara merdeka.
"Tentara AS terakhir telah meninggalkan Bandara Kabul dan negara kami akhirnya memperoleh kemerdekaan penuh," katanya seperti dilaporkan TV Al Jazeera.
Seorang pejabat Taliban yang ditempatkan di Bandara Kabul, Hemad Sherzad, mengatakan perang selama dua dekade yang membuat kelompok itu kehilangan kekuasaan kini telah "dimenangkan".
"Lima pesawat terakhir itu telah pergi, semuanya sudah berakhir," kata Hemad seperti dilaporkan kantor berita Associated Press.
"Saya tidak bisa mengungkapkan kebahagiaan saya dengan kata-kata. Pengorbanan kami selama 20 tahun ini akhirnya membuahkan hasil," katanya.
Kembalinya Taliban ke ibu kota Kabul pada awal Agustus telah menyebabkan puluhan ribu warga melarikan diri dari Afghanistan.
Mereka khawatir dengan apa yang dilakukan pemerintahan Taliban pada 1996-2001 akan terulang kembali.
Sejumlah kejadian sporadis tentang pembunuhan dan pelanggaran lainnya dilaporkan terjadi di daerah yang dikuasai Taliban meskipun kelompok ini berjanji untuk memulihkan perdamaian dan keamanan. AS pegang komitmen Taliban
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan negaranya akan bekerja sama untuk membuka kembali Bandara Kabul bagi penerbangan sipil.
Berbicara pada Senin malam waktu AS, Menlu Blinken mendesak Taliban untuk menghormati komitmennya bahwa siapa pun yang ingin meninggalkan Afghanistan akan diizinkan.
"Kami akan memegang komitmen Taliban pada kebebasan bergerak bagi setiap warga negara asing, pemegang visa, serta warga Afghanistan yang berisiko," katanya.
"Pada hari Jumat, seorang pejabat Taliban menyampaikan hal ini di televisi dan radio. Saya kutip, 'Setiap warga Afghanistan dapat meninggalkan negara ini, termasuk mereka yang bekerja untuk Amerika, jika mereka mau dan untuk alasan apa pun'," papar Menlu Blinken.
Dia juga mengatakan AS akan tetap fokus pada upaya kontra-terorisme di kawasan itu.
Menlu Blinken mengatakan meskipun Taliban berkomitmen untuk mencegah kelompok teroris mana pun menggunakan Afghanistan sebagai tempat perlindungan, namun AS tidak akan "bergantung" pada rezim baru di sana.
"Taliban telah membuat komitmen untuk mencegah kelompok teroris menggunakan Afghanistan sebagai basis operasi eksternal yang dapat mengancam AS atau sekutu kami, termasuk kelompok Al Qaeda dan musuh bebuyutan Taliban, IS-K," jelas Menlu Blinken.
"Meskipun kami melihat ada harapan dari Taliban, tapi bukan berarti kami akan bergantung pada Taliban," katanya.
AS, kata Menlu Blinken, akan tetap waspada dalam memantau setiap ancaman sendiri dan akan mempertahankan kemampuan kontra-terorisme di kawasan itu untuk memberantas ancaman tersebut.
"Setiap langkah yang kami ambil tidak akan didasarkan pada apa yang dikatakan pemerintah yang dipimpin Taliban, tapi apa yang mereka lakukan untuk memenuhi komitmennya," ujar Menlu AS Antony Blinken.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kabar Baik dari Thailand soal Perpaudan Vaksin Sinovac dan AstraZeneca