jpnn.com, MADURA - Tujuh anak di Kecamatan Sapeken, Sumenep, Jatim harus berurusan dengan aparat kepolisian.
Mereka digelandang ke Mapolsek Sapekan setelah kedapatan sedang pesta miras.
BACA JUGA: Digerebek Sedang Pesta Miras, Remaja Mewek Minta Pulang
Tindakan tidak terpuji itu dilakukan di Dusun Karang Kongo, Desa/Kecamatan Sapeken.
Mereka adalah RP, 17; KI, 17; FY, 17; MKS, 14; dan IR, 16. Kemudian RI dan MR yang sama-sama berusia 14 tahun.
BACA JUGA: Kiki Farel Meninggal Setelah Pesta Miras Oplosan
Ketujuh remaja itu mengoplos miras tersebut. Bahan-bahan yang digunakan adalah spiritus, bir Bintang Zero, Coca-Cola, Kuku Bima, dan Teh Gelas.
Berdasar informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Madura (JPRM), sebelumnya, pesta miras oplosan itu tidak terendus polisi.
BACA JUGA: Pesta Miras Oplosan, Big Boss Dicampur Antinyamuk, 5 Tewas
Kasus tersebut terungkap setelah seorang di antara mereka, MKS, mabuk berat.
Bahkan, dia sampai dirawat di puskesmas setempat. Kemudian, ada yang melaporkan kasus itu kepada polisi.
Anggota Polsek Sapekan melakukan penyelidikan, lalu polisi mengamankan enam teman MKS.
Mereka menjalani pemeriksaan dan pembinaan di mapolsek. Kasubbaghumas Polres Sumenep AKP Abd. Mukit mengatakan, enam anak tersebut tidak ditahan. Pihaknya hanya melakukan pembinaan.
Keenam anak diberi arahan agar tidak mengulangi perbuatannya. Setelah itu, mereka dilepaskan kembali.
"Kami hanya memberikan pembinaan karena mereka masih di bawah umur. Jika masih melanggar, akan ada tindakan tegas. Sebab, perbuatan mereka melanggar hukum," terangnya.
Mukit melanjutkan, pembinaan anak di bawah umur disaksikan langsung oleh keluarganya. Para kerabat pelaku pesta miras didatangkan.
Setelah dilakukan pembinaan, mereka dikembalikan kepada keluarganya. "Kalau mereka mengulangi lagi, kami akan melakukan tindakan tegas," ucapnya.
Pemerhati perempuan dan anak Hawiyah Karim menjelaskan, anak berhadapan dengan hukum (ABH) bukan murni kesalahannya.
Tapi bisa disebabkan kelalaian orang tua. Kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua membuat mereka memiliki perilaku menyimpang dan bermasalah.
"Rata-rata yang bermasalah adalah mereka yang minim perhatian. Ada yang tinggal sama nenek atau paman, khusus anak di kepulauan. Tapi, ekonomi mereka menengah ke atas," katanya.
Pihaknya sering mendampingi ABH. Karena itu, pihaknya dapat mengetahui permasalahan yang mereka alami.
Untuk wilayah kepulauan, rata-rata mereka ditinggal kerja orang tuanya. Namun, hidup mereka dimanja.
Bahkan, uang saku sekolah mencapai Rp 50 ribu per hari. Karena itu, potensi penyimpangan anak tinggi.
Keluarga menjadi sekolah pertama untuk mendidik perilaku dan budi pekerti yang baik. (fat/han/c25/end/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesta Miras Oplosan, 2 Tewas
Redaktur & Reporter : Natalia