jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah petani mulai merasakan dampak dari penutupan gerai PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), perusahaan nasional pemegang waralaba KFC di Indonesia.
PT Fast Food sendiri baru saja mengumumkan penutupan 47 gerai imbas gerakan boikot yang ditujukan ke perusahaan sehingga menimbulkan kerugian.
BACA JUGA: Strategi Fast Food Zensei, Bangun Bisnis Waralaba Berbasis Blockchain
Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan melalui Keterbukaan Informasi BEI, hingga kuartal III-2024, kerugian KFC tercatat terus membengkak hingga capai Rp 557 miliar.
Boikot itu merupakan respons sejumlah kelompok masyarakat di Indonesia melakukan gerakan berhenti membeli produk-produk yang dianggap terafiliasi Israel untuk memberikan tekanan agar Israel menghentikan aksi militernya di Palestina.
BACA JUGA: 7 Cara Efektif Menghilangkan Kecanduan Fast Food
Ahmad, salah satu petani sayur di Kampung Ciherang menyampaikan bahwa hasil panennya tak terserap pasar.
“Sebelumnya, kami telah menjadi pemasok untuk restoran cepat saji. Namun, belakangan permintaan mereka menurun," kata Ahmad, Senin (18/11).
BACA JUGA: Tanggapi Polemik Rancangan Permenkes Kemasan Seragam, DPR: Lindungi Tenaga Kerja dan Petani Tembakau
“Sayur-sayur ini kami rawat dan panen, tetapi sekarang tidak ada yang beli,” lanjutnya.
Sementara itu, terkait aksi boikot, dosen Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta, Ludiro Madu menilai bahwa ada missing link dalam asumsi yang mengatakan bahwa penurunan penjualan produk akan memengaruhi penghentian aksi militer Israel ke Palestina.
“Gerakan ini tidak serta merta mampu menekan Israel untuk berhenti menyerang Gaza,” kata Ludiro saat dihubungi.
Ludiro menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia juga tidak pernah secara resmi memboikot produk tertentu.
“Ini artinya Indonesia lebih memilih jalur diplomasi melalui Kementerian Luar Negeri untuk secara tegas tidak mengamini aksi militer Israel,” lanjutnya.
Ludiro menambahkan jika memang gerakan ini berlangsung luas dan dalam jangka waktu lama, masyarakat Indonesia sendiri yang akan merasakan imbasnya terlebih dahulu.
“Misalnya gerakan anti terhadap produk terafiliasi Israel dilakukan pada merek tertentu restoran cepat saji atau sejumlah produk fast moving consumer goods (FMCG). Apakah kemudian unit usaha ini harus sampai tutup hingga karyawannya terpaksa dirumahkan?. Petani, peternak, dan nelayan harus merugi?” imbuh Ludiro.
Dia menilai perlu adanya pemahaman yang komprehensif mengenai situasi yang terjadi di Palestina.
“Hal ini tidak dipikirkan banyak orang yang menyuarakan gerakan itu. Seharusnya ada pengetahuan yang jelas dan komprehensif tentang konflik Israel - Palestina,” pungkas Ludiro.(mcr8/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Kenny Kurnia Putra