jpnn.com, JAKARTA - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyatakan keprihatinan mendalam atas peristiwa penyerangan kantor LBH Jakarta yang mengakibatkan rusaknya sejumlah bagian kantor, Senin (18/9) dini hari.
"PGI prihatin dan juga menyesalkan peristiwa main hakim sendiri masih saja terus terjadi di tengah-tengah bangsa ini. Seolah tak ada yang bisa menghentikannya," ujar Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow di Jakarta, Selasa (19/9).
BACA JUGA: Kapolda Sebut Rusuh di Kantor LBH Jakarta Lantaran Hoaks
PGI, kata Jeirry, menyerukan negara tak boleh takluk oleh ancaman kelompok massa. Karena itu pemerintah lewat aparat kepolisian harus mengusut tuntas, menangkap dan menindak tegas para pelaku penyerangan. Termasuk menangkap provokator yang menyebar berita bohong di media sosial hingga mengakibatkan adanya penyerangan tersebut.
"Negara harus menjamin dan memberi perlindungan terhadap kebebasan masyarakat berkumpul dan berdiskusi sepanjang tidak mengganggu ketertiban umum," ucapnya.
BACA JUGA: Jangan Provokasi Masyarakat, Stop Bahas Tragedi 65
PGI juga menilai, pemerintah tidak boleh memberi kesempatan pada masyarakat untuk main hakim sendiri. Karena itu harus tegas kepada sekelompok orang yang senang melakukan tindakan main hakim sendiri atas dasar kebencian terhadap satu kelompok.
"PGI mengimbau masyarakat tidak mudah terhasut oleh informasi yang berkembang melalui media sosial. Sebab banyak informasi yang beredar adalah informasi bohong yang sengaja digulirkan untuk memprovokasi masyarakat untuk tujuan politik tertentu," katanya.
BACA JUGA: 5 Polisi Terluka Dalam Insiden di Kantor LBH Jakarta
Khusus terhadap elite politik, PGI mengimbau tidak bermain-main dengan menghalalkan segala cara demi ambisi politik tertentu. Cara-cara penyelesaian masalah dengan sengaja melakukan perbenturan antarkelompok, tidak akan memberikan solusi yang memadai terhadap persoalan yang dihadapi bangsa ini. Malah akan cenderung menimbulkan perpecahan bangsa.
"PGI juga mengimbau masyarakat lebih kritis terhadap perilaku dan ajakan para elite politik. Agar masyarakat tidak selalu menjadi alat bagi dalam mewujudkan kepentingan politik elite tertentu,” kata Jeirry.
Sementara itu terkait dugaan pelanggaran berat HAM masa lampau, PGI kata Jeirry, menilai butuh percakapan dalam suasana teduh, yang memberi kesempatan kepada semua pihak menyampaikan pikiran dan perasaan. Tanpa ada yang merasa terancam atau tertekan.
"Seperti peristiwa G30S-PKI, upaya rekonsiliasi nasional menjadi kebutuhan mendesak saat ini. Dan rekonsiliasi sejati adalah dengan pengungkapan fakta sejarah secara objektif yang diikuti dengan pengakuan dan pemulihan korban," pungkas Jeirry.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 22 Orang Ditangkap terkait Pengepungan Kantor LBH Jakarta
Redaktur & Reporter : Ken Girsang