jpnn.com, JAKARTA - Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) menuding Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim tidak menghargai tenaga pendidik.
Hal itu tergambar dari penghapusan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. UU Guru dan Dosen itu kemudian digabung dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
BACA JUGA: Nadiem Makarim Beri Garansi RUU Sisdiknas Menguntungkan Seluruh Guru di IndonesiaÂ
"Dihapuskannya UU Guru dan Dosen sangat menyakiti tenaga pendidik. Di dalamnya itu ada jaminan kesejahteraan guru," kata Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi di Jakarta, Kamis (15/9).
Kesejahteraan ini berupa pemberian tunjangan profesi guru (TPG) bagi yang besertifikat pendidik (beserdik).
BACA JUGA: PGRI Buka 5 Fakta Penghapusan TPG, Jujurlah Mas Nadiem, Jangan PHP Guru LagiÂ
Jika pendidikan profesi guru (PPG) makan waktu panjang, Unifah mengatakan seharusnya pemerintah mempermudahnya. Bukan malah mempersulit seperti yang dirasakan para guru saat ini.
Lanjut dikatakan, dimasukkannya UU Guru dan Dosen ke dalam RUU Sisdiknas, menurut Unifah, sesuatu yang memprihatinkan karena tidak ada lagi penghargaan kepada guru yang jumlahnya 3,1 juta orang sebagai sebuah profesi.
BACA JUGA: BKH PGRI Optimistis MenPAN-RB Azwar Anas Tuntaskan Masalah HonorerÂ
"Profesi lainnya diakui dalam sebuah undang-undang (UU) kok, kenapa guru enggak," kritik Unifah.
Dia mencontohkan, UU 18/2003 tentang Advokat, UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU 38/2014 tentang Keperawatan, UU 11/2014 tentang Keinsinyuran serta berbagai profesi lainnya.
Penghapusan guru sebagai sebuah profesi, ujarnya menihilkan pengabdian serta kerja keras guru yang selama ini dengan tulus ikhlas bertugas di seluruh pelosok negeri untuk mencerdaskan anak-anak bangsa.
"Bagi kami UU Guru dan Dosen adalah Lex Specialis Derogat Legi Generali bagi profesi guru," tegas Unifah Rosyidi. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad