PHH Merasa Jadi Korban Sindikat Mafia Pajak

Selasa, 18 Mei 2010 – 12:59 WIB
JAKARTA- Direktur Keuangan PT Permata Hijau Sawit (PHS), Toto Chandra menegaskan bahwa perusahaannya menjadi korban sindikasi mafia pajakPenegasan ini dikemukakan Toto Chandra dihadapan Panja Perpajakan Komisi XI DPR RI, Selasa (18/5).

Menurut Toto, sebagai perusahaan pemasok crude palm oil (CPO), berbagai transaksi yang dilakukan PHS melibatkan suplier yang memenuhi berbagai persyaratan

BACA JUGA: SGG Diminta Pertahankan Jatidiri Semen Padang

Sehingga, dalam bertransaksi antara PHS dengan suplier telah diikat dengan kontrak dan tanggungjawab pembayaran pajak
Berbagai pengecekan tanggungjawab inipun telah dilaporkan sesuai dengan surat edaran dan arahan Ditjen Pajak.

"Namun yang menjadi masalah, saat kami sedang menyusun restitusi PPN dari pajak yang sudah kami bayarkan, kami justru dikatakan terlibat faktur pajak fiktif Rp350 miliar

BACA JUGA: Sri Mulyani Bakal Pecat Lagi Tiga Anak Buahnya

Dan dengan demikian, maka hak restitusi kami yang telah diatur dengan UU dikatakan tidak bisa terealisasi," kata Toto.

Dalam perjalanan penyelesaian tudingan ini, berbagai persoalan pun dihadapi oleh PT  PHS
Di antaranya, pemeriksaan bukti permulaan (Buper) oleh Kakanwil Pajak Sumut I saat itu tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku

BACA JUGA: Sistem Pajak Dinilai Lemah

Yakni tidak sesuai dengan surat edaran penanganan faktur pajak bermasalah SE-29/PJ.53/2003 tentang langkah penanganan atas penerbitan dan penggunaan faktur pajak fiktif tidak sah, pasal 5 D yakni perlu himbauan kepada WP pengguna pengguna faktur pajak fiktif.

"Tidak ada surat imbauan untuk memperbaiki SPT sesuai surat edaran dari Ditjen Pajak, kami langsung diberikan surat penyidikanIni membuat permasalahan menjadi semakin rumitKalau Kakanwil menjalankan aturan, maka masalah akan terselesaikan dan kami masih bisa menyelamatkan pajak negara dengan meminta pertanggungjawab suplier bermasalah saat itu," kata Toto.

Tahu persoalan pajak semakin rumit, PHS terus berupaya menjalin komunikasi dan mediasi dengan Ditjen PajakNamun tiba-tiba, yang didapat oleh PT  PHS adalah surat pencabutan sementara Wajip Pajak (WP) patuh oleh Ditjen Pajak.

"26 September 2007 WP patuh kami tiba-tiba dicabut sementara, disebutkan ada indikasi terlibat faktur pajak fiktif yang dilakukan suplier pemasokAkibat itu tertahannya restitusi PPN lebih bayar sebesar Rp530 miliar untuk periode Agustus 2007 sampai dengan Juni 2008Kami menilai, penyidikan yang dilakukan Ditjen Pajak terkesan dipaksakan untuk tidak mengeluarkan restitusi kami yang sudah tertahan lebih dari dua tahun tersebut," jelas Toto.

Dituding tidak menjalankan kewajiban dan melakukan penggelapan pajak dengan faktur fiktif,  PHS tidak diam begitu sajaBerbagai langkah pun dilakukan, di antaranya mengantarkan pihak-pihak suplier yang bertanggungjawab kepada Ditjen Pajak, melakukan upaya hukum terhadap permasalahan perpajakan dan  PHS telah meminta kepada DJP untuk buka aliran dana suplier melalui PPATK serta melakukan permohonan audensi dengan Menko ekonomi, Menkeu, Satgas pemberantasan mafia perpajakan.

Selama penyelidikan internal, imbuh dia,  PHS menemui beberapa kejanggalanSalah satunya yaitu suplier pemasok bahan baku yang dinyatakan DJP perusahaan fiktif, berdasarkan SOP dan NPWP justru diterbitkan oleh DJP sendiriDirektur PT Putri Windu semesta yang diindaksi oleh DJP sebagai perusahaan fiktif telah dipertemukan dengan Kanwil DJP Sumut I, tapi hingga saat ini tidak diproses oleh DJP.

Hingga saat ini kata Toto, DJP juga tidak menanggapi permintaan PHS untuk membuka aliran dana suplier melalui PPATKPenyelidikan selama 25 bulan sejak bukti permulaan juga terkesan dipaksakan untuk menahan hak restitusi  PHS yang nilainya Rp530 miliarSementara yang dipersoalkan hanya Rp90 miliar.

"Dengan demikian, kami berkesimpulan bahwa kami adalah korban dari sindikat mafia perpajakanPihak-pihak yang terlibat pun justru dibiarkan dan semakin membuat kami yakin dengan adanya mafia perpajakan," tegas Toto.(afz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Surplus USD 6,6 Miliar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler