jpnn.com - JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti tak begitu mengapresiasi positif laporan Presiden Joko Widodo atas kinerja 7 lembaga negara, pada sidang paripurna MPR 14 Agustus lalu.
Menurut Ray, setidaknya ada beberapa hal pantas dikritik. Pertama, pembacaan laporan kinerja lembaga-lembaga negara tersebut fokus pada hal-hal yang bersifat positif.
BACA JUGA: Rhoma Irama: Saya Tak Pernah Sakit Hati dengan Siapapun
Hal-hal yang bersifat kekurangan dan hal yang mendapat perhatian masyarakat kurang diungkapkan kalau tidak dibicarakan sama sekali.
"Akhirnya pembacaan laporan itu seperti hanya menjadi pembacaan fungsi-fungsi setiap lembaga negara dan bahkan dapat terjebak pada iklan sukses belaka," ujar Ray, Minggu (16/8).
BACA JUGA: Ini Instruksi Jokowi terkait Trigana Hilang Kontak di Papua
Akibatnya ujar Ray, penjelasan resmi Mahkamah Konstitusi (MK), misalnya atas putusan mereka soal dibolehkannya kembali keluarga petahana dalam pilkada sama sekali tidak muncul. Begitu juga tidak munculnya penjelasan Komisi Yudisial (KY) soal kriminalisasi yang dialami oleh dua pimpinan KY.
"Jokowi tidak mengungkapkan pandangan beliau terkait hal ini, apakah memang merestui tindakan polisi atau sebaliknya. Padahal, pidato Jokowi diawali dengan perlunya penegakan hukum dan dengan sendirinya perlunya membersihkan aparat penegak hukum yang tidak bersih," ujarnya.
BACA JUGA: Peringati HUT RI, Penggemar Mobil Kuno Napak Tilas Peristiwa Rengasdengklok
Fakta yang sangat mencengangkan dalam pidato tersebut, Jokowi tidak mengikutsertakan laporan dari KPK dan Komnas HAM.
"Pada hal dua lembaga negara ini tak kalah strategis dan urgentnya bagi perbaikan bangsa. Jika lembaga seperti KY masuk dalam lembaga yang diberi tempat terhormat membuat laporannya, maka tak berlebihan jika lembaga negara seperti KPK dan Komnas HAM juga diberi tempat yang sama," sarannya.
Menurut Ray, tidak dilibatkannya KPK dan Komnas HAM dalam laporan itu memberi kesan bahwa dua lembaga ini seperti tidak diperhitungkan.
"Atau bisa jadi menggambarkan bahwa rezim yang sekarang tidak menempatkan dua lembaga ini sebagai lembaga yang berperan besar menentukan kesuksesan dan keberhasilan bangsa ini mencapai tujuan kemerdekaannya," ungkapnya.
Malah lanjutnya, forum paripurnya MPR ini malah terlihat seperti forum Ketua MPR yang ditandai dengan panjangnya pidato dan bahkan terdengar seperti mengemukakan hal yang semestinya diungkapkan oleh presiden.
Sekalipun inovasi ini terlihat menarik tapi menurut Ray, butuh perbaikan subtansi dan tekhnis. Sebab bukan saja karena hal ini potensial dipersoalkan secara konstitusional tapi juga terlihat seperti tidak efektif.
"Tak terbayangkan seorang presiden berpidato 3 kali di satu ruangan yang sama, dalam hari yang sama dan dalam forum yang hampir sama. Bagaimanapun ini terlihat seperti pemborosan waktu dan dengan sendirinya tidak efektif," pungkasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berikut Nama-nama Anggota Paskibraka dan Asal Sekolahnya
Redaktur : Tim Redaksi