jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Pembina Forum Honorer Indonesia (FHI) Hasbi menilai pidato Mendikbud Nadiem Makarim di Hari Guru Nasional 2019 belum menunjukkan komitmen pemerintah di bidang pendidikan, terutama terkait nasib guru honorer.
Pidato Nadiem juga tidak menyinggung tata kelola guru dan perbaikan sistem pendidikan termasuk di dalamnya kurikulum pendidikan.
BACA JUGA: Rp 10 T untuk Penerima Kartu Pra-Kerja, Adakah buat Guru Honorer?
Mestinya, Nadiem menyinggung masalah guru honorer dan menyodorkan solusi. Pasalnya, selama ini keberadaan guru honorer dan tenaga honorer kependidikan menutupi kekurangan SDM secara nasional.
"Pemerintah alpa menghadirkan kebijakan yang humanis dan mensejahterakan untuk guru honorer dan tenaga honorer kependidikan. Padahal baik guru PNS dan guru honorer mereka agen-agen perubahan dalam menjalankan posisi strategis pembangunan SDM Indonesia. Mereka tulang punggung dan garda terdepan mencerdaskan kehidupan bangsa," beber Hasbi kepada JPNN.com, Senin (25/11).
BACA JUGA: HGN 2019, Guru Honorer K2 Belum Bisa Tersenyum
Dia melanjutkan, ketika bom atom menghancurkan Kota Hirosima, yang pertama yang ditanyakan Kaisar Jepang pada waktu itu adalah, berapa banyak guru yang selamat. Ini menunjukkan betapa pentingnya peran dan posisi strategis guru dalam pembangunan suatu bangsa.
Guru sebuah profesi yang mulia. Guru merupakan profil masa depan sebuah bangsa. Di tangan gurulah diharapkan lahir sumber daya manusia yang dapat membangun peradaban modern, terrmasuk di dalamnya peran guru honorer.
BACA JUGA: Guru Kesulitan Menjalankan Arahan Mendikbud Nadiem Makarim
"Kehadiran guru di tengah-tengah peradaban manusia sangat penting. Manusia tidak akan memiliki budaya, norma, agama dan ilmu pengetahuan serta teknologi, jika tidak ada guru. Upaya guru mendidik, membimbing, mengajar dan melatih anak didik bukanlah hal yang mudah dan gampang. Guru mempunyai tugas yang kompleks," bebernya.
Tata kelola guru tidak pernah menjadi agenda penting dan mendesak dalam skema program pembangunan serta kebijakan pemerintah. Terutama menyangkut status dan kesejahteraan guru honorer .
Pesannya tersirat, jadi guru itu mulia meski tanpa tanda jasa. Saking mulianya, guru honorer khususnya, tetap bekerja dengan penuh tanggung jawab dan ikut serta memberikan konstribusi dalam membangun manusia Indonesia.
“Ketika hak hidup guru honorer tak mencukupi, mubazir berbicara professional,” ujar Hasbi.
Sebagai makhluk sosial, lanjutnya, guru honorer tidak terlepas dari kepentingan dan kebutuhan hidup guna mengembangkan diri.
"Memiskinkan satu guru honorer, tak berperikemanusiaan. Memiskinkan ribuan guru honorer sedang dilakoni pemerintah. Jika pemerintah mengharapkan lahirnya SDM unggul, tetapi alpa menghadirkan kesejahteraan guru, khususnya guru honorer, alpa menghadirkan perlindungan hukum, jaminan kesehatan dan peningkatan SDM guru. Bagaimana bisa itu tercapai," tandasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad