jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Burhanuddin Muhtadi menilai, pemilu legislatif yang dilaksanakan 9 April lalu brutal dan menjijikkan
"Selama masa-masa kampanye saya ke sejumlah daerah pemilihan di Pulau Jawa dan sempat melakukan wawancara dengan 60 caleg termasuk petahana. Dari 60 caleg itu, semuanya mengaku nyogok pemilih," kata Burhanuddin Muhtadi, di komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (5/5).
BACA JUGA: Khawatir Suara Susut, Terus Awasi Hitung Ulang Suara dari Sulut
Sogok yang diberikan ke pemilih di dapil masing-masing, lanjutnya, berkisar antara Rp 20 ribu hingga Rp 50 ribu. Itu di luar bagi-bagi kaos dan sembako.
BACA JUGA: Desak Prabowo dan Kivlan Diperiksa Lagi
"Semakin banyak atau gemuk kursi satu dapil, semakin gemuk pula nominal dan banyaknya pemilih yang disogok. Sebaliknya, kalau jumlah kursi kecil maka semakin banyak golput karena aksi sogok tidak masif," ungkapnya.
Selain itu, selama survei di lapangan, dia juga mengungkap temuannya tentang dua caleg dari partai politik berbeda bekerjasama untuk kemenangan mereka berdua.
BACA JUGA: Sarankan Sistem Proporsional Terbuka Dikoreksi
Modus politik uang, ada yang dibayar dimuka, ada yang dibayar belakangan setelah menunjukan bukti pencoblosan.
Terakhir, Muhtadi menyarakan pileg berbasis dapil sebaik diganti dengan berbasis distrik. "Dengan distrik, maka hanya ada 560 distrik sesuai jumlah kursi DPR. Elektoriknya mengecil dan politik uang semakin sempit," sarannya.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Golkar Kalahkan PDIP di Dapil NTT I
Redaktur : Tim Redaksi