jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan kepatuhan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) anggota DPR.
Hasilnya, tingkat kepatuhan LHKPN tertinggi diraih oleh Fraksi Partai NasDem.
BACA JUGA: Bowo Golkar Sebut Nama Nusron, KPK Butuh Lebih dari Sekadar Pengakuan
KPK mengharapkan publik bisa menjadikan rujukan dalam memilih dalam pemilu 17 April 2019 mendatang. Komisi antirasuah itu berharap, publik memilih untuk memperkecil potensi korupsi.
"KPK juga sudah mengumumkan dan publik di seluruh Indonesia bisa melihat siapa saja anggota DPR anggota MPR, DPD dan DPRD di seluruh Indonesia yang sudah melaporkan atau belum melaporkan kekayaannya. Itu bisa dilihat secara terbuka di website KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (10/4).
BACA JUGA: PDIP Bakal Paksa Kader Berikan LHKPN ke KPK
Febri melanjutkan, transparan dalam membuka kekayaan adalah salah satu indikator dalam sebuah integritas.
"Dalam konteks membuka kekayaan pada publik adalah salah satu indikator yang paling minimal sebenarnya terkait dengan kepatuhan dan integritas diharapkan," imbuhnya.
BACA JUGA: KPK Beri Peringatan Khusus untuk 9 Wakil Rakyat Ini
Sementara itu, peneliti Indonesia Parliamentary Center (IPC) Arbain menegaskan LHKPN bisa menjadi ukuran menilai integritas seorang pejabat negara. Anggota DPR yang tidak melaporkan kekayaannya, sebaiknya tidak dipilih kembali.
"LHKPN ialah rujukan resmi untuk melihat integritas anggota fraksi di DPR," kata Arbain.
Menurut Arbain, masyarakat bisa menilai calon legislatif dari visi-misinya, rekam jejaknya dan ketaatan mereka melaporkan LHKPN. Sebab kecurigaan terbesar, ketika anggota DPR tidak melaporkan hartanya ialah adanya peningkatan kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Arbain memerinci, ada dua kemungkinan yang membuat anggota DPR tidak melaporkan harta kekayaannya. Pertama, dan merupakan kemungkinan terbesar ialah adanya harta-harta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan selama menjadi anggota parlemen.
Dia mencontohkan, bisa saja seorang anggota DPR mengalami peningkatan harta signifikan, namun sumbernya tak jelas, sehingga dia ragu untuk melaporkannya.
Ketika LHKPN dilaporkan, publik bakal ikut berpartisipasi menilai sumber-sumber kekayaan anggota dewan yang mengalami peningkatan tersebut.
"Sebab, jika dilaporkan, publik akan mempertanyakan naiknya jumlah harta kekayaan seorang anggota DPR," paparnya.
Kemungkinan kedua, ialah anggota DPR malas atau kesulitan dalam mengisi formulir LHKPN. Tetapi menurut Arbain, hal ini seharusnya bukan alasan yang bisa membenarkan kealfaan anggota parlemen melaporkan kekayaan.
Padahal, kata Arbain, tidak sulit mengisi formulir LHKPN. Anggota DPR memiliki sejumlah staf dan tenaga ahli yang bisa membantunya mengisi LHKPN.
Dia pun mengapresiasi partai politik yang sudah memerintahkan kadernya di DPR untuk melengkapi formulir LHKPN. Sebab hal itu merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bansos untuk Pura Dikorupsi, Perwakilan Warga Nusa Penida Lapor KPK dan Kemendagri
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga