jpnn.com - Pendaftaran Paslon sudah usai. Sayang tak berlangsung mulus, khusus terkait kepatuhan menjalankan protokol kesehatan Covid-19. Hal itu memicu kekecewaan dan kekhawatiran publik.
Memang kita patut kecewa dan khawatir. Sebab jika hal seperti ini dibiarkan maka akan menambah klaster baru penularan Covid-19. Dan, membahayakan keselamatan rakyat. Miris sekali sebab Paslon seolah tak merasa ini sebagai satu persoalan serius yang perlu dipatuhi.
BACA JUGA: Pegiat Pemilu Dorong Pilkada Sehat dan Aman dari Covid-19
Sebab kita tak mendengar ada paslon yang melarang pendukung untuk hadir. Malah berkilah bahwa para pendukung datang secara sukarela.
Terkait dengan itu, maka saya ingin memberi beberapa catatan. Harapannya ada perbaikan dan penegasan agar itu tak terjadi dalam tahapan kampanye yang dalam waktu dekat akan berlangsung.
BACA JUGA: Para Pegiat Pemilu Luncurkan Gerakan Masyarakat Sipil untuk âPilkada Sehatâ
1. Pendaftaran Paslon sama sekali tak memperhatikan dan menerapkan protokol Covid-19. Paslon Tak merasa hal itu penting. Sehingga membiarkan arak-arakan terjadi, membiarkan pendukungnya hadir tanpa mengindahkan protokol Covid-19.
Agaknya tak juga difasilitasi dengan alat pelindung diri (APD). Ini harus menjadi catatan evaluatif bagi semua pihak yang punya kewenangan terkait protokol Covid-19, bukan hanya Penyelenggara Pemilu.
BACA JUGA: Abraham Liyanto: Sudah Waktunya NTT Diatur UU Tersendiri
2. Ketidakpedulian Paslon terhadap protokol kesehatan Covid-19 dari pendukungnya menunjukkan bahwa Paslon tak peduli dengan keselamatan pendukung.
Paslon tak peduli apakah pendukungnya sendiri terkena Covid-19 atau tidak. Yang penting pendaftaran mereka harus ramai sehingga membentuk image bahwa mereka layak dipilih sebab didukung oleh massa yang banyak.
Ini bisa jadi ukuran kapasitas dan kepedulian Paslon terhadap persoalan rakyat banyak. Bagi saya, paslon yang tak peduli dengan keselamatan pendukungnya tak layak dijadikan kepala daerah.
3. Dari tahapan pendaftaran Paslon kemarin kita juga melihat bahwa kepedulian penyelenggara pemilu terhadap protokol Covid-19 masih kurang. Saya kira, masih kuat perasaan di kalangan Penyelenggara Pilkada bahwa Protokol Covid-19 itu bukan tanggung jawab mereka. Sehingga tak bisa tegas melakukan tindakan agak ragu-ragu.
Siapa sebenarnya yang punya kewenangan menegakkan aturan Protokol Covid-19 dalam Pilkada? Lalu, bagaimana menegakkannya? Ini merupakan satu hal yang perlu diperjelas ke depan. Sebab jika tidak maka sulit sekali membendung Tahapan Pilkada menjadi salah satu klaster penularan Covid-19 yang membahayakan keselamatan pemilih.
4. Oleh karena itu, perlu ada evaluasi bersama semua pihak yang terkait dengan penggunaan protokol Covid-19. Untuk itu, perlu segera dilakukan pertemuan evaluatif antara KPU, Bawaslu, Kemendagri, Satgas Covid-19, dan Kepolisian untuk membicarakan hal ini. Harus diperjelas bagaimana menerapkan aturan terkait protokol Covid-19.
Siapa yang harus melaksanakannya dan bagaimana menerapkan itu secara tegas dalam tahapan pilkada. Jika tidak maka Pilkada ini akan gagal total karena secara langsung jadi ajang penularan Covid-19 secara masif.
5. Saya kira, Pilkada harus tetap berjalan. Dan, tak etis mencari siapa yang salah dan siapa yang benar dalam kasus pencalonan. Apalagi rakyat berada dalam ancaman bahaya Covid-19.
Karena itu, ke depan ynag harus dilakukan bahwa membangun kesadaran pemilih untuk patuh dan disiplin menggunakan APD dalam kehidupan sehari-hari, termasuk jika mereka mau berpartisipasi dalam Pilkada. Selama kesadaran itu terbangun, maka Pilkada sehat bisa kita jalani.***
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich