jpnn.com, JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong KPU Sulawesi Selatan untuk secepatnya merespons dugaan pergeseran suara di Pilkada Kota Makassar.
“Agar ini tidak terus berkembang menimbulkan spekulasi di masyarakat," papar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, seperti diberitakan Jawa Pos.
BACA JUGA: Polemik Pilkada Kota Makassar: Begini Respons KPU Pusat
Alumnus Universitas Indonesia (UI) itu menyatakan, KPU harus membuka kepada publik langkah-langkah yang sudah mereka ambil untuk mengkonfirmasi dugaan kecurangan yang mengemuka.
Jajaran panwas, lanjut Titi, juga harus bergerak cepat menindaklanjuti setiap informasi terkait dengan dugaan perubahan suara hasil pilkada. Panwas tidak boleh menunggu.
BACA JUGA: Polemik Hasil Pilkada Kota Makassar: Ada yang Ubah C1
Kalau sampai terbukti ada yang nekat mengubah suara, mereka bisa langsung pidanakan. "Tanpa peduli atau takut pada siapa pun mereka itu," tegasnya.
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengungkapkan terkait dengan gambar hasil rekapitulasi di TPS atau formulis C1 yang berbeda dengan rekapitulasi di website KPU, Ratna mengembalikan itu pada proses di KPU.
BACA JUGA: 2 Kekalahan PG di Kampung Pak JK, Satunya Lawan Kotak Kosong
Sedangkan pada gambar perbandingan dua hasil itu di media sosial akan menjadi bahan masukan atau informasi bagi Bawaslu. Tapi, dia menyebutkan perlu ada dokumen resmi untuk membuktikan informasi awal itu.
”Harus ada pembuktian di lapangan lewat dokumen resmi. Kalau benar dan merasa dirugikan silahkan di laporkan ke Bawaslu,” tegas pengajar di Universitas Tadulako, Palu itu, Sabtu (30/6).
Ratna menuturkan Bawaslu bertugas untuk memastikan semua proses atau tahapan dalam pilkada berjalan sesuai dengan peraturan. Termasuk pilkada di 16 daerah dengan calon tunggal melawan kolom kosong. Terutama untuk memastikan pilkada tersebut bersih dari politik uang, tidak ada manipulasi suara, hingga pemilih tidak mencoblos lebih dari sekali.
”Kalau pelanggaran pemilu itu langsung ke Bawaslu. Kalau pelanggaran etika bisa ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Red),” ujar Ratna yang pernah duduk sebagai komisioner DKPP itu.
Penghitungan hasil coblosan dalam pilkada termasuk juga di Kota Makassar itu adalah proses terbuka yang tidak boleh ditutup-tutupi. Publik harus mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk bisa mengetahui proses penghitungan tersebut. Lantaran hasil penghitungan itu juga bagian dari hak publik untuk mengetahui rekapitulasi suara mereka.
”Justru keterbukaan itulah untuk menghindari kecurigaan-kecurigaan publik terhadap kerja-kerja penyelenggara. Karena kita ini kan harus terlihat kalau kita bekerja netral dan profesional,” ujar dia.
BACA JUGA: Polemik Pilkada Kota Makassar: Begini Respons KPU Pusat
Perempuan kelahiran Palu, Sulawesi Tengah itu mengungkapkan menghalang-halangi masyarakat untk melihat repat rekapitulasi itu tentu tidak boleh dilakukan oleh penyelenggara. Pelarangan untuk melihat rapat pleno itu menurut dia juga bisa melanggar undang-undang keterbukaan informasi publik.
”Secara etika pelayanan birokrasi kan khususnya dalam kelembagaan publik, apalagi inikan tahapan pemilu itu sesuatu yang harusnya dibuka diruang publik. Tidak boleh ditutupi,” kata dia.(lum/jun)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kotak Kosong Menang di Makassar, Inikah Penyebabnya?
Redaktur & Reporter : Soetomo