Pilkada Langsung Kontraproduktif Dengan Otda

Dorong Titik Berat Otonomi Digeser Dari Kabupaten/Kota ke Provinsi

Kamis, 10 November 2011 – 01:49 WIB

JAKARTA - Aktor penting yang membidani pelaksanaan otonomi daerah (Otda) di Indonesia pasca refomasi, Ryaas Rasyid, merasa kecewaDia mengaku pelaksanaan otda tidak sepenuhnya berjalan sesuai harapan

BACA JUGA: Miskin Ketokohan, Nasdem Tak Ada Artinya

Otonomi daerah yang sudah berjalan selama 12 tahun belum mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
     
"Bayangan kita dulu ketika kewenangan dan uang diberikan ke daerah, mereka akan berlomba mensejahterakan daerahnya
Ternyata tidak

BACA JUGA: PPP Desak Pengaturan Media Untuk Politik

Ini kekecewaan kita," kata Ryaas dalam diskusi Quo Vadis Otonomi Daerah di gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Senayan, Rabu (9/11).
     
Meski begitu, mantan Menteri Otonomi Daerah dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara di era Presiden Abdurrahman Wahid, itu, menegaskan kesalahannya tidak terletak pada otonomi daerah
Namun, lebih ke persoalan figur kepala daerah yang dipilih

BACA JUGA: NasDem Ancam Gerogoti Partai Besar

Diterapkannya sistem pilkada langsung, lanjut Ryaas, telah menjadi antitesis dari otonomi daerah.
     
"Birokrasi kacau balauBaru terpilih satu bulan, sudah memutasi ratusan orang karena bisikan tim suksesBagaimana melayani rakyat kalau ketenangan di lingkungan birokrasi tidak bisa dijaga," ujar Ryaas yang sekarang menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) bidang Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi, itu.
     
Dia mengingatkan pilkada langsung "putaran pertama" sejak tahun 2005 telah menyedot dana APBD lebih dari Rp 100 triliun"Hasilnya ratusan kepala daerah yang bermasalah dan tersangkut korupsiSementara kesejahteraan rakyat tidak meningkat," kritiknya.
     
Lemahnya supervisi dan kontrol dari pemerintah pusat, menurut Ryaas, menjadi salah satu akar permasalahanKarena itu, dia mendorong revisi RUU Pemerintahan Daerah yang drafnya disiapkan pemerintah menggeser titik berat otonomi daerah dari kabupaten/kota ke provinsiKewenangan yang sudah dimiliki kabupaten/kota tetap tidak berubahHanya kewenangan provinsi yang ditambah.
     
"Saya tahu para bupati dan walikota pasti gelisah (terhadap usul ini, Red)Tapi, tidak usah khawatirOtonomi kabupaten/kota tetap ada sebagai bagian dari otonomi provinsi," katanya.
     
Ryaas menuturkan dulunya dia yang ngotot mendorong kabupaten/kota menjadi titik berat otonomiKonsep itu kemudian diakomodasi UU No.22 tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No.32/2004 tentang Pemerintahan DaerahArgumentasinya, ujar Ryaas, esensi pemerintahan adalah pelayanan

Untuk memberikan pelayanan yang baik, pemerintah harus lebih didekatkan kepada publik yang dilayaniMakanya, kabupaten/kota menjadi titik berat otonomi"Tapi, sekarang waktunya untuk memindahkan otonomi ke provinsi," kata Ryaas, lantas tersenyum.
     
Sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, provinsi nantinya akan mengkoordinasi investasi, kepegawaian, sampai pengelolaan dana dekonsentrasi di daerahnya"Perilaku bupati atau walikota yang suka pergi kemana-mana tanpa izin akan berhenti dengan sendirinyaKonsolidasi ekonomi bisa lebih baik, begitu juga supervisi," tegas Ryaas.
     
Konsekuensi lainnya adalah sejumlah kewenangan yang sekarang dipegang "Jakarta" akan dipindahkan ke level provinsiPemerintah pusat tidak lagi terlalu banyak mencampuri urusan domestik daerahSehingga, pemerintah pusat bisa lebih fokus memikirkan persoalan nasional dalam konteks globalisasi dan dunia internasional
     
"Konsekuensinya jumlah kementerian akan berkurang, bukan kabinet padat karya seperti sekarang," ujarnyaPilkada langsung, lanjut dia, juga hanya perlu digelar untuk memilih gubernurSedangkan, bupati dan walikota dipilih DPRD.
     
Sebaliknya, pemerintah sendiri, dalam hal ini Kemendagri, cenderung ingin mempertahankan titik berat otonomi di kabupaten/kotaSehingga, Gubernur dipilih DPRDSedangkan bupati dan walikota tetap pilkada langsungRyaas mengaku sudah menyampaikan kajian tertulis mengenai ini kepada PresidenTapi, tidak mendapat respon positifDengan nada bercanda, Ryaas mengatakan kalau konsepnya tidak laku
     
Di tempat yang sama, Ketua Komite I DPD Dani Anwar mengatakan lembaganya telah merampungkan draf revisi UU PemdaSejauh ini, DPD juga tetap mendukung dipertahankannya titik berat otonomi di kabupaten/kotaBila masalahnya terkait pilkada atau lemahnya koordinasi antar daerah, maka solusinya adalah memperbaiki aturan teknisnya.
     
"Kami khawatir kalau otonomi ditarik ke provinsi, ini justru menjadi kendala baru buat daerah kabupaten/kota yang suksesMereka pasti tidak bisa mengatur daerahnya dengan penuh," kata senator dari DKI Jakarta, itu.
     
Saat ini, bupati/walikota bisa membuat keputusan dengan bebasKalau otonomi di tarik ke provinsi, maka akan terjadi peningkatan proses konsultasi dan koordinasi kepada gubernur"Kalau gubernurnya tidak baik atau tidak suka bupati karena urusan parpol, repot lagi," ingat Dani(pri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penggugat Minta Atut-Rano Didiskualifikasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler