Pilkada Lewat DPRD Dianggap Khianati Reformasi

Senin, 25 November 2013 – 16:48 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Usulan pemerintah mengembalikan pemilihan kepala daerah tingkat II (wali kota/bupati) melalui DPRD dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai demokrasi dan reformasi.

Bahkan, usulan tersebut berpotensi melanggar konstitusi karena dapat 'mematikan' hak politik warga negara dalam berdemokrasi, yang juga merupakan salah satu amanat reformasi. Hal itu diungkapkan Peneliti Senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Toto Izul Fatah.

BACA JUGA: Boediono Dituding Berbohong Soal Century

Menurut dia, dalam UUD 1945 disebutkan adanya jaminan hak politik setiap warga negara untuk memilih dan dipilih. Dan itu sesuai tuntutan reformasi yang sudah diperjuangkan dengan darah dan air mata pada 1998 silam di mana hak itu kini sudah diberikan langsung kepada rakyat.

"Tentu menjadi absurd saat hak itu sudah diberikan dan rakyat sudah menikmatinya, tapi mau ditarik kembali hanya karena alasan yang tidak mendasar dan fundamental," ulas Toto seperti yang dilansir INDOPOS (JPNN Group), Senin (25/11).

BACA JUGA: Diboikot Wartawan, Pimpinan Siaran di Radio KPK

Karena itu, lanjut dia, jika revisi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah ini disetujui DPR akan ada banyak kalangan yang melakukan judicial review ke MK. "Alasan pemerintah melalui Kemendagri tentang perlunya mengembalikan hak memilih calon bupati dan wali kota melalui DPRD karena besarnya pemborosan biaya, maraknya politik uang sampai ke soal ekses sosial berupa konflik horizontal yang terjadi pada saat atau pasca pemilihan," ujar Toto.

Namun, menurutnya, alasan itu tidak fair jika pilkada langsung disebut sebagai biang keladinya. Alasan meminimalisir praktik politik uang misalnya, dengan mengembalikan pemilihan kepada DPRD juga tak ada jaminan hilangnya praktik kotor tersebut. Bahkan, melalui DPRD praktik politik siluman dan persekongkolan jahat para elit bisa terjadi dalam bentuk transaksi terselubung yang jumlah dananya lebih besar ketimbang pemilukada langsung.

BACA JUGA: Potensi Konflik Pemilu 2014 Ada di KPU

"Justru pilkada melalui DPRD, seorang calon harus siap dengan dana yang jauh lebih besar. Calon yang akan dipilih pun tak lagi mengedepankan pertimbangan dukungan mayoritas rakyat karena dengan bermodal uang besar ia bisa terpilih. Ini berarti juga akan membatasi para calon berkualitas dan disukai rakyat. Mereka akan banyak yang tak lolos menjadi calon karena tidak punya dana besar," papar Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI ini.

Sehingga, lanjut Toto, Pilkada langsung masih lebih baik dan lebih banyak manfaatnya daripada tidak langsung melalui DPRD. "Selain lebih terpenuhinya prinsip-prinsip demokrasi yang menjamin hak-hak politik warga, juga lebih terpenuhinya harapan publik terhadap munculnya figur pemimpin yang terseleksi secara alami. Bukan pemimpin yang dipilih oleh segelintir elit politik," pungkasnya. (dms)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Muhaimin Klaim Jalankan Rekomendasi Panja Outsourching


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler