Pilpres Curang Berpotensi Gejolak

Senin, 07 Juli 2014 – 03:06 WIB

JAKARTA - Pemilihan presiden tinggal menghitung hari. Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kepolisian, TNI dan berbagai elemen pemerintah pun diminta untuk mengawal secara netral jalannya pesta demokrasi tersebut. Sebab, antusiasme masyarakat selama masa kampanye pilpres sangat tinggi.
 
"Kalau antusiasme masyarakat dan rasa keadilan publik dicederai oleh sikap berbagai elemen pelaksana pemilu, maka berpotensi besar muncul gejolak di tengah masyarakat,’’ kata Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia Tamrin Amal Tomagola ketika dihubungi Minggu (6/7).
 
Tomagola mengaku terus memantau jalannya kampanye pilpres yang berlangsung selama sekitar satu bulan. Ternyata, kata dia, selama masa kampanye banyak beredar fitnah dan kampanye jahat yang berbau suku, agama ras, dan antargolongan (SARA).
 
Menurut dia, tingginya antusiasme masyarakat saat ini karena hanya ada dua pasang capres yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dengan hanya ada dua pasangan capres, keterbelahan masyarakat tampak begitu jelas. Di satu sisi ada kelompok sisa-sisa orde baru yang meras terancam dan dengan segala cara mempertahankan kekuasaan. Di sisi lain ada kelompok rakyat yang merindukan perubahan melalui pemimpin yang otentik yang lahir dari rahim rakyat. "Antusiasme rakyat yang muncul selama masa kampanye didorong motivasi yang berbeda," ujar Tamagola
 
Dia pun berharap antusiasme masyarakat tak dicurangi. Kata Tamagola, kecurangan dalam penyelenggaraan pilpres memang agak sulit untuk dibuktikan. Dia lantas mencontohkan, kecurangan di tingkat tempat pemungutan suara (TPS) bisa terdeteksi. Namun pada tingkat selanjutnya, kecurangan bakal semakin sulit membuktikan kecurangan tersebut.

Bahkan, yang jauh lebih sulit terlacak adalah kecurangan digital. "Anak-anak muda sekarang amat pintar dengan kemampuan digital. Namun untuk melakukan kecurangan digital, selain pintar juga harus memiliki keberanian ekstra yang dipompakan oleh kubu yang juga memiliki keberanian melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan kekuasaan," kata dia.
 
Karenanya, dia meminta KPU harus memperkuat diri dalam dua hal. Yang pertama adalah kemampuan ke dalam. Yakni dengan menyiapkan kebutuhan administratif dan teknis secara kuat untuk menjamin independensi lembaga penyelenggara pemilu tersebut. "Misalnya, jangan sampai daftar pemilih tetap (DPT) dan kertas pemungutan suara, malah menjadi pintu masuk terjadinya kecurangan," ujar dia.
 
Kedua, untuk urusan ke luar, KPU harus membentengi diri terhadap berbagai godaan dari luar. Misalnya godaan terhadap uang maupun jabatan. "Bangsa ini mempunyai pengalaman adanya anggota KPU di masa lalu yang kemudian loncat pagar masuk menjadi pengurus partai. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan sekaligus kecurigaan," kata Tamagola. (mas/jpnn)
 

BACA JUGA: Sebut Hatta Menjebak Diri soal Investigasi Kontrak Pertambangan

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengamat Sebut Tiga Kekeliruan Hatta di Debat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler