Pimpin Front Nasional Pancasila, Suharto Serukan Selamatkan Indonesia

Minggu, 24 April 2022 – 03:59 WIB
Ketua Umum Front Nasional Pancasila Letjen TNI Marinir (Purn) Suharto (dua kiri) bersama sejumlah tokoh saat diskusi dan pernyataan sikap FNP di Jakarta belum lama ini. Foto: Dok. FNP

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum FNP (Front Nasional Pancasila) Letjen Marinir (Purn) Suharto bersama sejumlah tokoh menyerukan untuk melakukan gerakan selamatkan Indonesia dari kebangkrutan akibat utang luar negeri.

“Pemerintah harus mengendalikan utang luar negeri sebaik-baiknya, termasuk utang asal BUMN yang dapat dikategorikan sebagai utang tersembunyi (hidden debt),” kata Suharto bersama sejumlah tokoh yang tergabung dalam Front Nasional Pancasila Penyelamat Negara di Jakarta belum lama ini. 

BACA JUGA: Front Nasional Pancasila Ingatkan Pemerintah Untuk Menaati Konstitusi

Adapun sejumlah tokoh yang hadir dan tergabung dalam Front Nasional Pancasila antara lain Antoni Budiawan, Edwin Herawan, Eggi Sudjana, dan Hatta Taliwang.

Pada kesematan itu, eks Komandan Korps Marinir TNI AL ini mengingatkan kembali tentang Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika (KAA) untuk pertama kali diselengggarakan di Bandung, Indonesia pada 18 sampai 24 April 1955. Konferensi tersebut terlaksana atas prakarsa lima negara, yaitu Indonesia, Sri Lanka, Pakistan, India, dan Myanmar.

BACA JUGA: Menkeu Sri Mulyani Bilang Silpa Sisa Triliunan Rupiah, Utang Turun Drastis

Menurut Suharto, KAA merupakan upaya negara-negara yang baru merdeka ketika itu untuk berada di tengah dan tidak berpihak kepada salah satu dari dua kekuatan dunia (blok) yang sedang bersitegang, atau dikenal dengan era Perang Dingin.

“Kedua kubu tersebut ingin mempertahankan dan memperluas doktrin masing-masing, yaitu kapitalisme yang dipimpin Amerika Serikat di satu sisi dan komunisme yang dipimpin Uni Soviet (ketika itu, saat ini- Rusia) di lain sisi,” terang Suharto.

BACA JUGA: Presidensi G20 Indonesia Bisa Selamatkan Banyak Negara Miskin, Begini Analisis Prof Kishore

Dia menyebut Konferensi Asia Afrika mempunyai cita-cita mewujudkan kemandirian dalam bidang ekonomi dengan menggalang kekuatan independen south-south.

Suharto menilai Konferensi Asia Afrika saat ini masih tertatih-tatih. Sebab, setelah 67 tahun berlalu, negara-negara pelopor masih berkutat dengan kemiskinan dan kemiskinan absolut.

Dia mencontohkan, ekonomi Sri Lanka dan Pakistan baru-baru ini terpuruk, mengalami gagal bayar utang luar negeri, memicu krisis politik.

Sri Lanka terancam kekurangan pangan dan bahaya kelaparan karena kekurangan devisa. Tujuh belas menteri mengundurkan diri akibat krisis.

Perdana Menteri Pakistan dipaksa turun oleh parlemen karena kegagalan mengelola ekonomi dan utang pakistan yang membengkak.

“Semua ini akibat pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang tidak bertanggung jawab serta mengandalkan utang luar negeri dengan tingkat suku bunga yang sangat tinggi, mencapai hampir enam persen, jauh lebih tinggi dari suku bunga pinjaman dari Jepang yang umumnya maksimal sekitar satu persen saja. Proyek-proyek infrastruktur tersebut diinisiasi dan dibiayai terutama oleh China,” ujar Suharto.

Yang menyedihkan, menurut Suharto, pembangunan proyek-proyek infrastruktur tersebut bukan untuk kepentingan nasional negara-negara bersangkutan.

Namun, lebih untuk kepentingan China dalam memenuhi ambisinya membangun OBOR (One Belt One Road), yang akan berdampak pada makin efisien distribusi barang dari China ke negara-negara bersangkutan.

Pria kelahiran Palembang tahun 1947 ini menilai China mendapat keuntungan berlipat ganda dalam pembangunan proyek infrastruktur OBOR karena bertindak sebagai supplier sekaligus kontraktor proyek.

Menurut Suharto, Indonesia juga membangun cukup banyak proyek infrastruktur dengan pembiayaan dari China. Salah satunya adalah proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung yang kontroversial.

Pertama, biaya proyek membengkak dari hanya sekitar 4,5 milar dolar AS menjadi 8,1 miliar dolar AS. Pembengkakan biaya proyek seperti ini tidak lazim dan tidak dapat diterima.

"Oleh karena itu, Front Nasional Pancasila menuntut DPR menunjuk auditor internasional yang independen untuk melakukan audit investigasi atas membengkaknya biaya proyek tersebut," ujar Suharto.

Menurut dia, Front Nasional Pancasila tidak dapat menerima DPR berdiam diri.

Kedua, setelah pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung dialihkan dari pembiayaan B-to-B menjadi pembiayaan APBN.

“Artinya, secara komersial proyek Kereta Cepat ini sudah tidak layak,” ujar Suharto.

Selain itu, dia juga menilai pembiayaan proyek komersial melalui APBN secara langsung terindikasi kuat melanggar UU keuangan negara. “Terutama proyek ini adalah proyek patungan dengan asing," kata Suharto.

Untuk itu, menurut Suharto, Front Nasional Pancasila bersama rakyat Indonesia sekali lagi menuntut DPR melakukan investigasi menyeluruh terkait biaya proyek yang melonjak tidak masuk akal, kelayakan finansial proyek, risiko keuangan di masa depan serta kerugian divestasi aset BUMN.

“Pembangunan infrastruktur yang terkesan sangat asal-asalan sudah membahayakan keuangan BUMN dan keuangan negara,” tegas Suharto.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler