jpnn.com - Pinokio adalah karakter dalam cerita anak-anak yang menggambarkan boneka ajaib yang hidungnya bisa memanjang karena suka berbohong.
Setiap kali berbohong, setiap kali itu pula hidung Pinokio memanjang.
BACA JUGA: Anas Sebut Nazaruddin Mirip Pinokio
Karena malu ketahuan berbohong, Pinokio akhirnya berhenti berbohong dan menjadi boneka yang jujur.
Andai saja kisah Pinokio bisa terjadi di dunia nyata maka tidak akan ada lagi orang yang berani berbohong.
BACA JUGA: Irjen Ferdy Sambo Berani Banget, Datang ke Kapolri lalu Berbohong
Dunia akan menjadi tempat yang damai, karena semua orang saling bersikap jujur dan tidak pernah saling membohongi.
Mendiang John Lennon membayangkan tidak ada surga, tidak ada neraka, di atas sana hanya ada langit, tidak ada kehidupan setelah mati, tidak ada agama.
BACA JUGA: BBM Naik, Ojol di Makassar Desak Pemerintah Lakukan Ini, Segera
Begitulah syair dalam lagu ‘’Imagine’’.
Lennon membayangkan tidak ada negara, tidak ada hak milik terhadap harta, semua orang berbagi apa saja di atas dunia.
Lennon mengakui bahwa dia ‘’a dreamer’’, seorang pemimpi, karena semua yang dia angankan itu tidak lebih dari sebuah imajinasi.
Meski demikian, Lennon mengakui dia bukan satu-satunya orang yang bermimpi mengenai angan-angannya itu.
Lennon berharap suatu saat akan lebih banyak orang yang bergabung bersama, dan punya mimpi yang sama akan dunia yang damai seperti yang dibayangkannya.
Lennon melihat bahwa faktor-faktor agama dan ideologi menjadi penyebab dunia terpecah dan tidak bisa menjadi dunia yang satu ‘’and the world will be as one’’.
Dunia terpecah-pecah karena perang , politik, dan agama. Begitu pandangan Lennon.
Pandangan itu bisa dimafhumi, karena John Lennon adalah anak zaman ketika ‘’Generasi Bunga’’ sedang bertumbuhan.
The Flower Generation tahun 1960-an sampai 1970-an adalah sebutan untuk anak-anak muda yang ketika itu melakukan demontrasi besar-besaran anti-perang Vietnam.
Mereka melakukan demonstrasi damai dengan duduk dan bernyanyi serta membagikan bunga.
Mereka hidup dengan gaya serba bebas, seks bebas, alkohol, dan obat bius menjadi bagian dari gaya hidup mereka.
Itulah generasi hippies yang hidup serba bebas dan memimpikan dunia yang serba bebas, tidak ada ikatan dan tidak ada aturan dari negara maupun otoritas apa pun.
Itulah adalah dunia impian ala ‘’Imagine’’ dari John Lennon.
Sebuah dunia yang sangat idealistis dan nyaris mustahil diwujudkan mirip dunia ‘’Utopia’’ ciptaan Thomas More pada abad ke-15, indah tetapi ada di awing-awang khayalan.
Anak-anak kecil punya imajinasi yang tak kalah canggih dari orang dewasa.
Mereka juga menginginkan sebuah dunia yang jujur tanpa kekerasan dan peperangan.
Itulah yang diangankan oleh Pinokio, seorang anak laki-laki yang merupakan perwujudan dari sebuah boneka kayu.
Dalam kisah ‘’Petualangan Pinochio’’ yang diciptakan oleh pengarang Italia Carlo Collodi diceritakan bahwa sebuah boneka ciptaan tukang kayu berubah menjadi anak laki-laki atas bantuan peri.
Si Pinokio menjadi anak yang bengal dan suka membuat marah orang tuanya.
Sang peri kemudian mengeluarkan kesaktiannya lagi.
Setiap kali berbohong hidung Pinokio memanjang.
Begitu setiap hari, sampai akhirnya Pinokio berhenti berbohong dan menjadi anak penurut dan jujur.
Itulah dunia yang sempurna, the perfect world, dalam angan-angan John Lennon dan si Pinokio.
Dalam kenyataannya dunia jauh dari sempurna.
Setiap hari orang berbohong di mana-mana. Saking banyaknya orang yang saling membohongi muncul ungkapan yang sangat terkenal ‘’Jangan Ada Dusta di Antara Kita’’.
Bohong adalah perbuatan tercela.
Itu zaman dulu. Sekarang, orang bohong tidak merasa malu, malah merasa bangga.
Dulu kita diajari bahwa bohong akan membawa celaka.
Sekarang kenyataannya bohong malah bisa menjadi presiden.
Mau bukti? Di Amerika Donald Trump bisa mengalahkan Hillary Clinton pada pilpres 2015, padahal di atas kertas Clinton akan menang dan secara kualitas Clinton jauh lebih unggul dari Trump.
Apa senjata utama Trump untuk mengalahkan Clinton? Kebohongan.
Trump bisa mengalahkan Clinton karena Trump bisa ‘’mebohongi’’ pemilih Amerika Serikat dengan berbagai kebohongan.
Tentu kubu Trump tidak mengakui strategi bohong ini.
Politik zaman sekarang sudah tidak ada lagi kebohongan. Kebohongan sudah menjadi ‘’pasca-kebenaran’’ atau post-truth.
Dulu, kalau seorang politisi menyampaikan sesuatu yang tidak bisa dibuktikan, dia akan disebut melakukan kebohongan publik.
Sekarang, politisi yang berbohong mengatakan bahwa dia melakukan ‘’post-truth politics’’.
Post-truth bukan kebohongan. Post truth adalah menyampaikan sesuatu yang ingin didengar oleh publik.
Kalau publik menghendaki semua imigran asing tidak boleh masuk ke Amerika, maka politisi akan mengatakan bahwa semua imigran akan ditolak masuk Amerika.
Kalau publik menghendaki garis perbatasan negara ditutup supaya tidak ada imigran yang menerobos, maka politisi mengatakan akan membangun tembok tinggi di perbatasan.
Semuanya tidak ada yang terbukti, tetapi publik Amerika percaya.
Buktinya, Trump bisa mengalahkan Clinton.
Trump tahu rakyat Amerika ingin agar negaranya kembali menjadi negara hebat.
Maka Trump melakukan kampanye ‘’MAGA’’ alias Make Amerika Great Again, menjadikan Amerika hebat lagi.
Rakyat senang, meskipun praktiknya tidak terbukti.
Kabar bohong disebut sebagai hoaks dan ada di mana-mana.
Politisi berbohong, polisi berbohong, presiden pun berbohong.
Bagaimana dengan di Indonesia? Beberapa waktu yang lalu Majalah Tempo menggambarkan cover foto Jokowi dengan bayangan hidungnya yang memanjang mirip Pinokio.
Laporan utama majalah itu berjudul ‘’Janji Tinggal Janji’’.
Jokowi dianggap berbohong dan mengingkari janji karena tidak menolak revisi Undang-Undang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dianggap melemahkan lembaga anti-rasuah itu.
Pendukung Jokowi tidak suka terhadap cover itu dan melapor ke Dewan Pers.
Hari-hari ini ketika demonstrasi menentang kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) marak di mana-mana, beredar lagi video Jokowi berjanji tidak akan menaikkan harga Pertalite.
Akan tetapi, sekarang Jokowi mencabut subsidi sehingga harganya naik. Jokowi mengatakan harus menaikkan harga Pertalite karena terpaksa.
Pemeriksaan kasus Ferdy Sambo yang masih belum tuntas membuat polisi memakai alat ‘’lie detector’’ untuk menguji kejujuran para tersangka dan saksi kunci.
Kata polisi, mesin ini sangat akurat. Para ahli menganggap mesin ini tidak akan jalan kalau dipakai oleh pembohong profesional.
Kalau benar mesin ini akurat, akan sangat menarik kalau dicoba di gedung DPR atau juga di Istana.
Siapa tahu ada yang hidungnya memanjang seperti Pinokio. (*)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror