jpnn.com, BANDUNG - Penjabat (Pj) Bupati Subang Ade Afriandi buka suara mengenai ratusan Sertifikat Hak Milik (SHM) objek laut di perairan wilayah Cirewang, Desa Pangarengan, Kecamatan Legonkulo, Kabupaten Subang.
Badan Pertahanan Nasional (BPN) memastikan sertifikat itu telah dibatalkan.
BACA JUGA: Mbak SHM Enggak Terima Dianiaya Oknum Polisi Briptu MF di Hotel Bandung
Persoalan itu mulanya ada 307 SHM di area 460 hektare wilayah perairan itu, tetapi belakangan jumlahnya terkoreksi menjadi 500 SHM.
Ade mengatakan 500 SHM di wilayah perairan Subang rekomendasi pembatalan kepemilikannya sudah diserahkan sejak beberapa tahun kemarin.
BACA JUGA: Ini Kesimpulan Raker Komisi II & Menteri Nusron Wahid soal SHGB-SHM di Area Pagar Laut
“Menurut laporan BPN sebetulnya untuk Subang itu tahun 2023 sudah dihentikan jadi ada penerbitan sertifikat 500 sertifikat, 2022 didalami oleh Kejaksaan Agung, dan kemudian 2023 akhir hasil pendalam semua Kejagung dan ATR/BPN memutuskan itu proses administrasi yang tidak sesuai hingga harus dibatalkan," kata Ade, Minggu (2/2/2025)
Setelah itu, pada awal tahun kemarin sudah diputuskan nama yang tertulis dalam SHM ini dicabut. Artinya, sertifikat sudah tidak lagi menjadi hak milik perorangan.
BACA JUGA: Mengapa Sertifikat HGB-SHM Kawasan Pagar Laut Bisa Terbit, Pak Nusron?
Setelah keputusan itu, beberapa orang yang namanya dicatut sudah mengembalikan sertifikat ke BPN. Namun, Ade mengatakan saat ini ada juga yang masih belum mengembalikannya.
"Jadi keputusan pembatalan sertifikat dari kanwil BPN itu terbit Mei 2024. Dari 500 itu menurut laporan BPN ada 5 pemegang sertifikat yang sukarela mengembalikan, kemudian sisanya banyak yang belum mengembalikan," tutur dia.
Meski masih ada yang belum mengembalikan, Ade memastikan BPN sudah membatalkan semua legalitas atas nama para nelayan atau pihak lain itu.
Sertifikat tersebut juga dipastikan tidak dapat digunakan untuk kepentingan lainnya.
"Tapi BPN menjamin walaupun sertifikat masih dipegang oleh pemilik sertifikat tapi sudah tidak bisa digunakan bahkan di sistem ATR/BPN sudah dinolkan. Berarti tinggal ke pihak lain yang berkaitan dengan persyaratan penggunaan sertifikat hak milik atas tanah," jelasnya.
Bagi masyarakat yang merasa namanya dicatut atau merasa memiliki sertifikat di wilayah tersebut bisa langsung mengecek ke BPN.
"Jadi apabila ada sertifikat di wilayah Patimban supaya menjawab keraguan mereka bisa menanyakan ke BPN. Misal ada pihak mengajukan kredit dari bank bisa konfirmasi ke BPN untuk memastikan itu termasuk 500 atau tidak, kalau termasuk jelas itu tidak ada fungsinya sertifikat itu," terangnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Barat Hermansyah mengatakan, di wilayah perairan tersebut tidak ada rencana pembangunan proyek provinsi atau pun pemerintah pusat.
"Sertifikat tersebut menjadi kewenangan ATR/BPN dan sampai saat ini tidak ada informasi akan adanya kegiatan proyek di sana," ujar Herman.
Selain itu, Herman memastikan, sampai saat ini juga tidak ada perjanjian dengan pihak ketiga atau proses jual beli sertifikat dari nelayan terhadap pengembang.
Dia memastikan hal ini sudah ditelusuri oleh timnya, dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Wilayah Utara juga menyatakan tidak ada jual beli tanah dari tahun 2018 sampai saat ini.
"Belum ada laporan baik dari masyarakat maupun Pokmaswas terkait masalah jual beli tanah perairan laut ataupun terkait pemanfaatan ruang laut Cirewang, Desa Pangarengan, Kecamatan legonkulon, Subang," jelas Herman. (mcr27/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bahlil Lahadalia Dukung Upaya SHM-MAR Datangkan Investasi ke Tanah Bumbu
Redaktur : M. Rasyid Ridha
Reporter : Nur Fidhiah Sabrina