jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) Renny Nurhasana mengatakan berdasar penelitian yang dilakukan terungkap adanya hubungan antara orang tua perokok terhadap anak yang cenderung menjadi stunting.
Menurut dia, berat dan tinggi badan anak tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang orang tuanya tidak perokok.
BACA JUGA: Andika Ditangkap, Disuruh Bayar Rp150 Juta, Ternyata Salah Orang, 3 Oknum Polisi Dilaporkan ke Polda
"Karena apa, karena salah satunya adalah substitusi pendapatan dari mereka yang digunakan tidak untuk kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan anaknya," kata dia dalam diskusi virtual "Pandemi, Harga Cukai, dan Naik Perokok Anak", Sabtu (9/5).
Menurut Renny, salah satu yang menjadi keprihatinan adalah masalah rokok itu ternyata bukan hanya satu sektor saja yang mengena orang tua, tetapi juga sampai ke generasi berikutnya.
BACA JUGA: Tepergok Berbuat Dosa di Semak-semak, Si Perempuan Ngaku Dokter Lagi Periksa Pasien
Renny juga menjelaskan, pada praktiknya harga jual rokok di masyarakat juga jauh lebih murah dan masih terjangkau anak-anak.
"Seperti yang disebutkan tadi, ada Rp 20 ribu sampai Rp25 ribu (per bungkus), itu masih terjangkau oleh saku anak," ungkapnya.
BACA JUGA: Mensos: Penanganan Stunting tidak Sekedar Masalah Gizi
Menurutnya, harga rokok murah itu menimbulkan masalah, karena menyebabkan prevalensi perokok anak di Indonesia naik.
"Memang ternyata harga rokok murah mendorong konsumsi rokok yang naik untuk anak-anak terutama," jelas dia.
PKJS UI, lanjut dia, melakukan breakdown data Survei Sosial Ekonomi Nasional dan IFLS atau Indonesia Family Survey, untuk melihat bagaimana pola perilaku perokok anak.
"Kesimpulannya, ternyata untuk efek harga dan efek teman sebaya secara statistik berpengaruh terhadap seorang anak untuk merokok," kata Renny.
Ia menjelaskan, ini berarti bahwa harga menjadi satu faktor yang sangat utama. Harga yang murah mendorong peluang merokok anak itu makin meningkat.
"Jadi (kalau) makin mahal harga rokok, itu makin turun prevalensi anak. Faktor harga sangat penting," katanya.
Renny melanjutkan penelitian ini tidak hanya soal harga. Menurutnya, selain harga yang murah, teman sebaya juga memiliki pengaruh kuat terhadap anak untuk merokok.
"Ternyata teman ini secara statistik berpengaruh terhadap dorongan seorang anak untuk merokok," ungkap Renny.
Menurut Reni, hal ini seharusnya menjadi peringatan bahwa yang harus diperhatikan bukan hanya soal instrumen harga, tetapi juga faktor pengaruh teman sebaya.
Dia mengingatkan jangan sampai kalah dengan yang memang mempromosikan produk rokok untuk anak-anak remaja atau anak muda.
BACA JUGA: Anggun Tak Berkutik Saat Sabu-sabu Ditemukan di Mobilnya
"Dengan begitu mereka mengambil satu entry point untuk mempromosikan produk mereka dan dibuat sedemikian rupa kerennya sehingga mereka tambah banyak untuk merokoknya," katanya. (boy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : Budi
Reporter : Boy