jpnn.com - JAKARTA - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah mengatakan terbukanya hasil sadapan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bathoegana dengan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini membuktikan bahwa ada operasi intelijen dan penyadapan aktif mengintai rakyat. Penyadapan aktif tersebut menurut Fahri, sesungguhnya melanggar HAM.
"Penyadapan aktif sebagaimana yang dialami Sutan Bathoegana dan Rudi Rubiandini merupakan tindakan sepihak negara yang merampas kebebasan individu dan privasi warga negara," kata Fahri Hamzah, di Jakarta, Rabu (26/2).
BACA JUGA: Ketemu Menpan dan Seskab, Nasib Honorer K2 Masih Menggantung
Fenomena tersebut lanjut anggota Komisi III DPR itu, memaksa kita untuk kembali ke era orde baru, dimana negara seenaknya melakukan apa saja terhadap rakyatnya. "Mestinya, selaku pihak penyadap, KPK harus menjelaskan ke publik kapan Sutan dan Rudi mulai di sadap dan dalam kasus apa dasar penyadapannya mengingat mereka pejabat tinggi dalam industri strategis nasional," tegas Fahri.
Terlepas dari kebenaran hasil penyadapan itu, KPK ujar Fahri, tidak patut melakukan penyadapan aktif di negara berdasarkan hukum. KPK harusnya menghargai hak-hak warga negara. "Di negara hukum, tujuan untuk menegakkan hukum tidak bisa dilakukan dengan cara melanggar hukum," tegasnya.
BACA JUGA: Honorer Nginap di Istiqlal, Besok Geruduk Rakornas CPNS
Selain itu, Wasesjen PKS tersebut menyatakan tidak ada jaminan bahwa para penyidik KPK menggunakan hasil sadapannya hanya untuk kepentingan pemberantasan korupsi.
"Siapa yang bisa jamin, hasil sadapan itu hanya untuk memberantas korupsi karena KPK tidak bisa diawasi. Contohnya, Antasari saja sudah pernah terbukti menyadap untuk kepentingan pribadinya dan hasil sadapan itu ditenteng-tenteng dalam laptopnya," jelas Caleg dari NTB itu.
BACA JUGA: Istana Tegaskan belum Ada Putusan Soal FCTC
Penyadapan di Indonesia, ini telah menjadi skandal besar dan mengarah kepada hancurnya kedaulatan dan stabilitas negara. "Akibatnya, banyak rahasia negara di tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Bisa saja termasuk data pribadi Presiden SBY," tegas Fahri.
Terakhir dikatakannya, di negara demokrasi, penyadapan hanya bisa dilakukan oleh seorang presiden dengan alasan keselamatan negara. Di luar itu penyadapan tidak boleh dilakukan terlebih kepada warga negaranya sendiri.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Ikut Tanggung Biaya Perawatan Wawan
Redaktur : Tim Redaksi