jpnn.com - JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum menandatangani ratifikasi draft Framework Convention of Tobaco Control (FCTC).Sebab, pihak Istana Negara memastikan sampai saat ini belum ada perkembangan pembahasan yang spesifik menyangkut hal tersebut.
"Belum ada informasi yang bisa kami sampaikan. Sampai sekarang belum ada pembahasan spesifik," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Firmanzah dalam keterangan yang diterima, Rabu (26/2).
BACA JUGA: KPK Ikut Tanggung Biaya Perawatan Wawan
Menurut Firmanzah, jika presiden sudah membuat keputusan, pasti akan dibuka ke publik. "Lihat saja, setiap keputusan presiden pasti akan diumumkan di situs Setkab.go.id," ungkapnya.
Ia menambahkan, soal presiden disebut sudah menyetujui, itu hanya isu saja. "Saya pastikan sampai saat ini belum ada keputusan resmi dalam bentuk Keppres atau Perpres terkait hal tersebut," ungkap Firmanzah.
BACA JUGA: KPK Angkut Dokumen dari Empat Kantor Pemprov Banten
Seperti diketahui pengusaha tembakau dalam negeri dan aosisasi petani tembakau menolak konvensi tersebut. Indonesia adalah satu dari dua negara di Asia yang belum meratifikasinya.
Beberapa waktu lalu, Firmanzah juga mengatakan belum bisa menjelaskan posisi Presiden SBY dalam persoalan ratifikasi ini. Menurutnya, pemerintah harus mempertimbangkan lebih dalam soal ratifikasi ini.
BACA JUGA: Gayus Serahkan Pemeriksaan Deddy Corbuzier ke Penyidik
Sebab, jika ratifikasi dilakukan bakal berdampak juga terhadap nasib para petani tembakau yang jumlahnya jutaan. Terkait surat keberatan serikat petani tembakau ke istana yang isinya meminta SBY tidak mendukung ratifikasi, Firmanzah memastikan presiden akan menanggapinya.
“Saya belum lihat ke sekratriat negara untuk mengetahui isinya, tapi kalau sudah masuk tentua akan dibahas,” ungkapnya.
Menurutnya, memang ada dilema yang harus dihadapi terkait FCTC ini. Di satu sisi, ia menjelaskan, pengendalian tembakau menyangkut persoalan kesehatan masyarakat. Namun, di sisi lain industri tembakau adalah tempat bergantungnya jutaan orang masyarakat petani.
“Pemerintah menjadi ada di dua kaki. Harus mempertimbangkan aspek kesehatan, selain itu juga perlu mempertimbangkan nasib petani,” ujarnya.
Mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan sebelumnya juga mengusulkan negara-negara produsen tembakau memberlakukan aturan kemasan polos atau plain packaging untuk produk minuman beralkohol jenis wine asal Australia.
Usulan itu dimaksudkan untuk "membalas" aturan plain packaging produk rokok dan tembakau yang diterapkan oleh pemerintah Australia sejak Desember 2012 lalu.
Sebelumnya seperti dikutip sebuah media online, Menteri Kesehatan Nafisah Mboi, kemarin menyatakan Presiden SBY telah setuju untuk meratifikasi FCTC. "Presiden sudah setuju, kini ratifikasi sedang dalam proses," kata Nafsiah.
Menurutnya telah ada kesepahaman diantara para menteri mengenai pentingnya Indonesia meratifikasi FCTC. Pemerintah hanya tinggal memformulasikan beberapa kebijakan teknis yang akan diimplementasikan setelah ratifikasi. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kebanyakan Bandara Tak Dilengkapi Alat Pendeteksi Tubuh
Redaktur : Tim Redaksi