jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI meminta pemerintah memastikan aliran crued palm oil (CPO) sebagai bahan baku minyak goreng lancar.
Menurutnya, setelah menetapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) pada CPO, sebaiknya pengawasan pada ekspotir CPO ditingkatkan.
BACA JUGA: Lepas Ekspor Perdana Produk CPO, Bea Cukai Hadirkan Layanan Satu Pintu
Hal tersebut dikatakan Mulyanto menanggapi kabar masih adanya kelangkaan minyak goreng di masyarakat.
"Agar suplai migor dari industri kepada masyarakat tetap stabil. Sebab masalah ini yang diduga menjadi penyebab utama kelangkaan migor pasca penetapan kebijakan DMO," kata Mulyanto.
BACA JUGA: Amin Ak: Pemerintah Harus Berani Umumkan Pelanggar DMO CPO
Legislator dari Fraksi PKS itu khawatir aliran bahan baku minyak goreng tersendat, sehingga produksi dan supplai migor ke pasar domestik pun terganggu.
Faktanya, lanjut Mulyanto, meski kebijakan DMO sudah berjalan tiga minggu, sejak awal Februari 2022 namun, sampai hari ini persoalan kelangkaan migor di masyarakat belum hilang.
BACA JUGA: Kemendag Resmi Batasi Ekspor CPO, Pengusaha Wajib Patuhi Syarat Ini!
Mulyanto menyebut industri minyak goreng berada dalam kesulitan mendapat CPO sesuai harga DMO tersebut di atas.
"Sehingga, tidak mampu memproduksi migor seharga harga eceran tertinggi (HET) dan terpaksa mengurangi produksinya. Juga ditemukan di beberapa daerah kasus-kasus yang diduga terjadi praktek penimbunan minyak goreng," terang Mulyanto.
Oleh karena itu pemerintah harus benar-benar memelototi data ini secara intensif day to day. Tujuannya untuk memastikan bahwa kebijakan DMO CPO ini benar-benar berjalan.
"Karena ini adalah titik krusialnya kebijakan DMO CPO. Mengingat harga CPO internasional sedang tinggi, sehingga dikhawatirkan munculnya eksportir CPO nakal yang tetap ingin memaksimalkan keuntungan mereka," tukas Mulyanto.
Mulyanto menambahkan berkaca dari pengalaman DMO batu bara, pemerintah perlu menerapkan denda fee kompensasi yang signifikan bagi pengusaha nakal yang membandel melanggar kuota DMO CPO ini.
Bahkan, tegas Mulyanto, bila perlu dijatuhkan sanksi berat.
"DMO ini kan sebentuk sharing the pain dari para pengusaha sawit yang selama ini menikmati untung dari CPO untuk pembangunan nasional termasuk ketahanan energi," tandas Mulyanto.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan kebijakan DMO dan Domestic Price Obligation (DPO) bagi eksportir CPO.
Produsen yang melakukan ekspor CPO diwajibkan memasok 20 persen kuota ekspornya untuk kebutuhan dalam negeri melalui aturan ini terhitung 1 Februari 2022.
Aturan DMO menerapkan harga jual CPO di dalam negeri sebesar Rp 9.300 perkilogram dan Rp 10.300 perpliter untuk olein, bahan baku produk petrokimia. (mcr10/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Elvi Robia