PKS Mencecar Perpres BBM, Kali Ini Kementerian ESDM Diminta Buka Suara

Jumat, 07 Januari 2022 – 21:15 WIB
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menilai kebijakan soal BBM tak jelas. Foto: DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menilai kebijakan tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual bahan bakar minyak (BBM) dalam Perpres 117/2021 tidak jelas.

Menurutnya, dalam aturan teranyar itu pemerintah terkesan ingin membuat BBM jenis baru campuran premium dan pertalite.

BACA JUGA: PKS Sebut Aturan Terbaru soal Premium Cuma Basa-basi

Nantinya BBM jenis baru ini tetap mendapat kompensasi dari pemerintah.

"Saya mempertanyakan wacana ini, karena makin tidak jelas. Sebab Pertalite itu BBM umum yang tidak diawasi. Sementara Premium ini adalah BBM khusus penugasan. Nah BBM jenis baru itu jenis kelaminnya apa. BBM Umum atau BBM Khusus Penugasan?" tanya Mulyanto.

BACA JUGA: PP 117/2021 Berlaku, tetapi Sejumlah SPBU di Jaksel tidak Menjual Premium, Kok?

Politikus PKS itu menyebutkan Perpres BBM juga tidak disebutkan secara jelas berapa volume alokasi Premium.

Pada Pasal 21B ayat (1) Perpres No. 117/2021 hanya tertulis, "Dalam rangka mendukung energi bersih dan ramah lingkungan, jenis Bensin (Gasoline) RON 88 yang merupakan 50 persen dari volume jenis Bensin (Gasoline) RON 90 yang disediakan dan didistribusikan oleh Badan Usaha penerima penugasan diberlakukan sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan sejak 1 Juni 2021 sampai dengan ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4)”.

BACA JUGA: Premium dan Pertalite Masih Ada di 2022, Tetapi

Mulyanto minta pemerintah tidak membuat aturan multitafsir karena berpotensi melanggar hukum.

"Perpres Nomor 117 tahun 2021 terkesan hanya sebagai pemanis ucapan saja. Karena semuanya masih bersifat global dan menyerahkan kebijakan definitifnya kepada Menteri ESDM," kata dia.

Dia juga meminta penjelasan Kementerian ESDM.

"Apa benar akan ada produk baru BBM khusus penugasan? Berapa besar kuota volume BBM khusus penugasan tersebut dan berapa harganya?" tuturnya.

Dalam Perpres tersebut, kata Mulyanto, pemerintah tidak menyatakan jumlah kuota premium pada tahun ini, padahal pada tahun-tahun sebelumnya dijelaskan rinci.

"Jadi sebenarnya Perpres No. 117/2021, yang tidak menghapus Premium ini sebenarnya sama juga bohong alias tidak punya makna di lapangan," kata Mulyanto.

Pasalnya, kebijakan premium yang tanpa penetapan kuota yang jelas, maka dapat diduga pendistribusiannya tidak akan bertambah baik, malah akan semakin kacau.

"Bisa dibayangkan, dengan jumlah kuota premium yang jelas saja, pada tahun-tahun sebelumnya sebesar 10 sampai 11 juta kl (kilo liter), tetap terjadi kelangkaan Premium, apatah lagi dengan kebijakan premium tanpa kuota," sambungnya.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) sebelumnya menyebutkan premium tidak dihapus seperti tertuang dalam Perpres 117/2021. Tetap ada premium untuk bahan baku pertalite.

Namun, yang mendapatkan subsidi adalah komponen premiumnya, sementara pertalite tergantung harga internasional untuk campurannya. (mcr10/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler