jpnn.com, JAKARTA - Politikus PKS Mulyanto membeberkan fakta terkait kontribusi Independent Power Producer (IPP) atau listrik swasta setiap tahun yang semakin dominan.
Menurut dia, pemerintah harus bisa mengendalikan harga listrik dari pembangkit swasta agar tetap di bawah harga biaya pokok produksi (BPP) PLN.
BACA JUGA: Pengamat Menilai Aturan EBT Tidak Adil, Berpotensi Buat Tarif Listrik Naik
"Supaya tarif listrik bagi masyarakat tidak naik," ungkap Mulyanto di Jakarta, Jumat (1/9).
Anggota Komisi VII DPR RI itu melihat Rencana Umum Pengusahaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 memberi ruang cukup luas bagi berkembangnya listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).
BACA JUGA: Siap-siap! 6,1 Juta Pelanggan PLN Jabar Segera Terima Keringanan Tarif Listrik
Di satu sisi upaya ini cukup baik karena menunjang terciptanya energi bersih. Tetapi di sisi lain pengembangan listrik EBT berpotensi menaikan tarif listrik bagi masyarakat.
Seperti diketahui laporan pemerintah tentang pengesahan RUPTL 2021-2030 sudah diberi nomor dan ditandatangani Menteri ESDM. Selanjutnya RUPTL siap disosialisasikan.
BACA JUGA: Siap-siap, Tarif Listrik PLN untuk 7 Golongan Nonsubsidi akan Turun
"Saya khawatir dengan tambahan porsi listrik dari sumber EBT yang mencapai 52 persen dan kontribusi IPP sebesar 65 persen, harga listrik kelak dikendalikan oleh listrik mahal pembangkit swasta. Hal ini tentu sangat tidak kita inginkan," kata Mulyanto.
Mulyanto mengusulkan agar pemerintah bisa memilih EBT dengan teknologi terbaik serta mengembangkan kemampuan nasional yang tidak tergantung pada produk impor.
"PLTS skala besar semakin hari semakin murah. Bahkan, sudah kompetitif terhadap PLTU. Jadi, Pemerintah harus bisa menjamin harga listrik tetap murah," imbuh Mulyanto.
Pada Rapat Panja Listrik di atas disampaikan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM dan Dirut PLN, bahwa RUPTL 2021-2030 sudah resmi disahkan pemerintah.
Asumsi pertumbuhan demand dalam RUPTL 2021-2030 ini adalah sebesar 4,9 persen, lebih rendah dari asumsi demand listrik sebelumnya yaitu sebesar tujuh persen.
Tambahan kapasitas baru dalam rentang waktu tersebut adalah sebesar 40.575 MW, turun dibanding dari RUPTL 2019-2028 yang sebesar 56.395 MW.
Dari tambahan kapasitas baru tersebut, kontribusi sumber EBT sebesar 52 persen. Sedang sumber fosil sebesar 48 persen.
Dari sisi kelembagaan, tambahan kapasitas baru tersebut dikontribusi oleh IPP sebesar 65 persen dan sisanya akan dibangun oleh PLN sebesar 35 persen. Kontribusi listrik swasta ini meningkat dibandingkan dengan RUPTL 2019-2028, yang hanya sebesar 56 persen.
"Ini adalah RUPTL yang paling green sepanjang sejarah ketenagalistrikan di Indonesia. Kontribusi listrik dari sumber EBT lebih besar daripada sumber batu bara," tegas Mulyanto. (mcr10/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Elvi Robia