jpnn.com - JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan penolakan atas penghentian pembahasan Rancangan Undang-undang tentang pemilihan presiden oleh Badan Legislasi. Kalaupun harus dihentikan, FPKS meminta diputuskan lewat jalur voting.
Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan, pembahasan RUU Pilpres tidak bisa dihentikan begitu saja dengan alasan bahwa sudah tidak cukup waktu untuk membahasnya. Alasan itu menurut dia tak masuk akal karena RUU itu sudah dibahas selama satu setengah tahun.
BACA JUGA: PD Lebay Sikapi PPI, SBY Dinilai Takut Anas
"Kalau memang banyak fraksi besar ingin menghentikan pembahasan RUU Pilpres lebih baik melalui voting, itu lebih adil bagi fraksi-fraksi yang tetap ingin membahas RUU Pilpres," kata Hidayat di Gedung DPR RI, Rabu, (23/10).
Dia melihat banyak kerugian bila pembahasan RUU Pilpres dihentikan begitu saja. Karena untuk membahas RUU itu sudah menghabiskan banyak waktu dan banyak anggaran. "Sebaiknya keputusan diambil melalui voting seperti saat memutuskan kenaikan harga BBM dulu," pintanya.
BACA JUGA: Pertanyakan Korelasi Penyelamatan MK dengan Syarat Calon Hakim Konstitusi
Hidayat beralasan mekanisme voting sudah biasa dan cara yang sering ditempuh untuk mengambil keputusan di DPR. Dengan voting maka rakyat akan melihat fraksi-fraksi mana saja yang mendengarkan suara rakyat dan fraksi mana yang hanya mementingkan kepentingan partainya.
Ditambahkannya, alasan FPKS ingin RUU Pilpres tetap dibahas karena dalam UU Pilpres terdapat hal-hal yang belum dibahas termasuk aturan soal rangkap jabatan presiden. Sehingga RUU Pilpres perlu mengatur agar presiden tidak rangkap jabatan sebagai ketua umum partai.
BACA JUGA: Sibuk Respon Bunda Putri, Malas Berpikir dan Bekerja
Dijelaskannya, ketika ketua umum partai menjadi presiden maka ia harus mengurusi rakyat, bukan memikirkan kepentingan partainya. Selain itu RUU Pilpres juga perlu mengatur soal kampanye dan dana kampanye melalui media massa.
Presidential threshold sebesar 20 persen juga dianggap terlalu tinggi oleh FPKS. Apalagi kebanyakan presiden yang diusung selama ini tidak mencapai presidential threshold 20 persen, sehingga koalisi lah yang mengantar mereka jadi presiden.
"Kami mengusulkan agar presidential threshold mengikuti parliamentary threshold sehingga partai yang punya wakil-wakil di DPR bisa mencalonkan capresnya sendiri," pungkas Hidayat.(Fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Partai Islam Jangan Hanya Incar Kursi Menteri
Redaktur : Tim Redaksi