jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPP PKS Bidang Pekerja Petani dan Nelayan (BPPN) Riyono mendesak pemerintah RI memberikan tenggat waktu pengusutan kasus perbudakan ABK Indonesia ke Pemerintah Tiongkok.
Hal ini disampaikan Riyono dalam FGD "Mengungkap Tabir Masalah Pekerja Migran Sektor Kelautan dan Perikanan di Luar Negeri" secara daring pada Jumat (15/5).
BACA JUGA: Janji Manis Tiongkok soal Kasus Pelarungan Jenazah ABK WNI
"Terkait pemanggilan Dubes Tiongkok yang sudah dilakukan, pemerintah harus mendapatkan kepastian bahwa pemerintah Tiongkok serius mengusut ini. Bukti keseriusannya dilihat dengan memberikan tenggat waktu untuk mengusut problem ini. Ini sangat penting," tegas Riyono.
Riyono juga mengapresiasi pemerintah Indonesia karena telah melaporkan kasus tersebut kepada Dewan HAM PBB sebagai bentuk protes keras.
BACA JUGA: Usai Periksa 14 WNI Eks ABK Kapal Tiongkok, Bareskrim Curiga soal Buku Pelaut Kemenhub
Namun, upaya mengawal pelaporan ini harus dilakukan karena Tiongkok jelas memiliki pengaruh besar di PBB.
"Laporan ini harus dikawal, karena apa? China ini adalah kekuatan ekonomi dunia. Di tengah pandemi Covid-19 juga mereka masih memiliki kekuatan jalur internasional yang luar biasa, sehingga jangan sampai laporan tersebut hanya sekadar administratif oleh pemerintah Indonesia, kemudian tidak berujung pada penyelesaian yang berkeadilan," tegasnya.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: THR Cair, 10 Pasien Corona Kabur dari Karantina, Covid-19 Menggila
Kemudian yang ketiga, lanjut Riyono, segera lakukan meratifikasi ILO 188 agar Indonesia memiliki hukum internasional dalam melindungi ABK-nya terlebih melihat kondisi seperti ini terus terjadi secara berulang.
"Jika semua langkah di atas dalam jangka pendek tidak membuahkan hasil, kami berharap ada moratorium. Pengentian pengiriman tenaga kerja di sektor perikanan kelautan untuk sementara agar para ABK terhindar dari perbudakan dan kejahatan kapal-kapal asing," jelas Riyono.
Lemahnya perlindungan terhadap ABK Indonesia dikonfirmasi oleh Program Manager Union Migrant Indonesia (Unimig) Indonesia, Yeherina Gusman.
Menurut Yeherina, banyak pekerja migran khususnya anak buah kapal (ABK) yang tidak dikaver asuransi sedangkan pekerjaan mereka sangat berisiko tinggi.
"Kami pernah menangani sebuah kasus seorang ABK yang tangannya, tulang jari-jarinya terkena besi di kapal yang beratnya berton-ton. Dia tidak dikaver oleh asuransi," tutur Yeherina.
Ketika ABK itu dirawat di rumah sakit, lanjut dia, sama agensinya malah disuruh kabur. "Dibilang 'udah kamu kabur aja'. Bukannya dibantu atau dicarikan jalan atau fasilitas kesehatan malah disuruh kabur," kata dia.
Masalahnya para ABK itu, lanjut dia, kerja di tempat yang jauh. Labour law dari Pemerintah Taiwan tidak berlaku di wilayah itu.
"Nah ini menjadi kendala Pemerintah Taiwan bagaimana bisa melindungi teman-teman ABK untuk mendapatkan perlindungan," ujar kandidat Doktor National Chengchi University, Taiwan ini.
Oleh sebab itu, dia mendesak pemerintah Indonesia membuat regulasi yang dapat melindungi ABK.
"Harus ada aturan atau undang-undang khusus dari Pemerintah kita agar teman-teman ABK terlindungi," pungkasnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia