PKS: Seharusnya Wacana Relaksasi Tidak Perlu Disampaikan ke Publik

Senin, 04 Mei 2020 – 22:11 WIB
Warga yang mewaspadai virus corona menggunakan masker wajah saat melintasi kawasan MH. Thamrin, Jakarta, Selasa (3/3). Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta menilai buruk gaya komunikasi pemerintah era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menangani pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19) di Indonesia.

Pasalnya, pemerintah era Jokowi terlalu mudah melontarkan wacana dalam penanggulangan COVID-19. Seperti ketika pemerintah mewacanakan relaksasi dalam penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

BACA JUGA: Bamsoet: Penularan Covid-19 Masih Tinggi, Jangan Dulu Relaksasi PSBB

"Kelihatan buruk sekali cara komunikasinya, semestinya jika masih wacana tidak perlu disampaikan ke publik," kata Sukamta dalam pesan singkatnya kepada jpnn.com, Senin (4/5).

Lebih lanjut, dia menerangkan, saat ini Indonesia dalam keadaan darurat, sehingga pemerintah tidak mudah menggulirkan wacana relaksasi PSBB. Wacana relaksasi membuat daerah bingung bersikap atas PSBB.

BACA JUGA: Politisi PSI Ini Siap Dampingi Warga DKI Mendapat Relaksasi Kredit UMKM

Terlebih lagi, lanjut Sukamta, wacana relaksasi bertolak belakang dengan hasil evaluasi yang disampaikan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo.

Kala itu, Doni menyatakan bahwa PSBB masih belum maksimal di sejumlah daerah. Masih banyak masyarakat tidak menerapkan protokol kesehatan dengan baik.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Sebaiknya Potong Gaji atau Tunjangan PNS? Najwa Shihab vs DPR

"Kritik cara komunikasi pemerintah yang buruk ini sudah banyak disampaikan, sekarang sudah jalan dua bulan lebih ternyata tidak kunjung diperbaiki," ucap Sukamta.

Anggota DPR asal Yogyakarta ini mengetahui bahwa pemerintah memakai alasan mencegah stres, sehingga mewacanakan relaksasi PSBB.

Namun, dia menduga, masyarakat stres bukan karena penerapan PSBB. Stres masyarakat bisa saja tersulut karena mendengar kebijakan pemerintah yang simpang siur dalam penanganan COVID-19.

"Jadi kalau masyarakat dikatakan stres, bisa jadi bukan karena dibatasi ruang geraknya tetapi karena bingung lihat pernyataan-pernyataan pemerintah yang simpang siur," ungkap dia.

"Oleh sebab itu pemerintah mestinya mengatur siapa yang boleh bicara soal kebijakan penanganan COVID-19. Jangan sampai para pejabat pemerintah rebutan panggung tetapi malah bingungkan rakyat dan buat gaduh," tegas dia. (mg10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler