PLN Bak Buah Simalakama

Jumat, 26 Maret 2010 – 15:30 WIB
SAYA tak kenal Widiono, mantan Dirut PLN ituWajah Eddie pun (hanya) saya kenali dalam tayangan televisi dan media cetak

BACA JUGA: Kau Sombong, Kau Kubekot

Tapi saya ingat, raut wajah sejumlah direksi BUMN, termasuk Eddie Widiono, kala itu, tersenyum sumringah di Balai Sidang Senayan Jakarta, 12 April 2007 silam
Maklum, pidato Presiden Yudhoyono kala itu bagaikan angin segar yang berhembus sejuk.

Intinya, Presiden berkata bahwa penegakan hukum dalam pemberantasan korupi tidak memicu rasa ketakuan dan keragu-raguan kepada pemimpin BUMN

BACA JUGA: Menjaga Sjahrir, Menjaga Realisme

Menurut Yudhoyono, jika ada kerugian pada sebuah BUMN yang disebabkan oleh resiko bisnis, tidak serta-merta dianggap sebagai perbuatan korupsi, kecuali jika terbukti ada tindak korupsi dengan menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi.

Presiden pun mengingatkan agar penegak hukum tidak gegabah, serta harus mampu membedakan mana kategori korupsi dan mana yang bukan.

Ucapan Yudhoyono tatkala membuka Rapat Koordinasi BUMN se-Indonesia itu memang dengan opened ending
Artinya, kerugian pada sebuah BUMN itu bisa saja karena resiko bisnis, tetapi dapat pula merupakan perbuatan korupsi yang merugikan keuangan negara

BACA JUGA: Dari Senayan Merembes ke Jalanan

Sangat kasuistis.

Ternyata kini Eddie Widiono "tersandung" dalam kisah mark-up proyek Customer Information System Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) PLN Distribusi Jakarta Raya-TanggerangDiduga kerugian negara (dalam kasus ini) mencapai Rp 45 miliar.

Namun penetapan status tersangka mantan Dirut PLN Eddie Widiono itu diprotes oleh kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, Kamis (25/3) di Jakarta"Beliau melakukan kebijakan, tapi jadi tersangkaIni kriminalisasi kebijakan," kata Maqdir.

Maqdir berargumen, alasan KPK yang menemukan mark-up adalah tidak benar"Mark-up dilakukan di mana? Siapa yang melakukan? Dan siapa yang diuntungkan? Itu tidak ada dari data-data yang kita miliki," kata MaqdirSebab katanya pula, kebijakan yang dianggap KPK berpotensi melakukan mark-up, lebih banyak dilakukan oleh General Manager"Sampai ke Dirut terlalu jauh," katanya.

Saya ingat pula acara Indonesia-Bussines BUMN Forum and Exhibition (IBBEX) pada 2007 jugaSaat ituMenteri Negara BUMN Sugiharto, sebelum digantikan oleh Sofyan Djalil, menyinggung kasus dugaan korupsi yang menimpa Eddie dalam kasus Proyek  Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Borang di Sumatera Selatan.

Berkatalah Sugiharto, bahwa BUMN terbesar di negeri ini adalah PLN, karena tak satupun BUMN yang tak menggunakan listrik PLNBUMN ini bahkan menghidupi 35 juta pelanggan yang jika saban pelanggan terdiri dari empat orang, maka total 140 juta jiwa yang tergantung kepada PLN.

Sugiharto kala itu berkata, bahwa jika penyaluran listrik berjalan normal, tidak ada warga yang komplainTapi jika listrik mati, maka yang dihujat adalah PLN.

"Nah, PLN itu rajanya siapa? Ya, EddieJika selama ini Pak Eddie sempat dimasukkan ke dalam penjara, saya merasakan pengorbanan yang sangat luar biasaTapi Pak EW percayalah, kalau Anda kerja ikhlas, kerja amanah, kerja all-out, maka penilaian yang di sana (Tuhan, Red) jauh lebih tinggi lagi," kata Sugiharto.

***
Eddie sempat ditahan sehubungan kasus di Borang, Sumatera Selatan ituDalam kasus yang merugikan negara Rp 120 milyar itu, tidak hanya Eddie yang terlibatAda juga dua stafnya, Ali Herman dan Agus Darmadi, serta seorang dirut perusahaan swasta, Johannes Kennnedy, mitra PLN dalam proyek di Borang itu.

Hanya saja, kasus tersebut bagai siput merayap ke meja hijauKejaksaan Agung pernah menjelaskan bahwa kasus ini sudah memenuhi unsur-unsur formal, namun belum lengkap unsur-unsur materiilnya.

Di Medan Sumatera Utara pun pernah ada kontrak senilai Rp 193 milyar, untuk perbaikan mesin pembangkit GT 11 pada 2004 silamTapi ternyata mesin itu juga yang sering bermasalahItulah sebabnnya ada usulan perlunya audit total terhadap PLN.

Seperti halnya kasus di Borang itu, kasus di Medan pun perlu dipastikan, apakah byar-pet-nya lampu PLN semata-mata karena masalah teknis, atau ada yang tak beres dalam mesin pembangkit ituLogikanya, mesin tua yang diperbaiki dengan anggaran negara dan ternyata kumat lagi, bisa berkemungkinan kesengajaan untuk menghabiskan budget negara.

Tapi bisa juga resiko sajaWalau mesin tua, kan harus diperbaiki agar tak padam meluluSementara untuk membeli mesin baru, PLN tak punya duitNah, ini dia buah simalakama yang mendera PLNDiperbaiki, ya, gagalTak diperbaiki, padam melulu.

Tak perlu diperdebatkan lagi, listrik adalah hajat hidup orang banyak dan merupakan sektor vital dan strategis yang harus dikuasai oleh negara, dalam hal ini melalui PLN.

Tapi mengapa, untuk kasus di Medan, juga di Aceh serta di luar Pulau Jawa lainnya, kerap byar-pet? Padahal, PLN berfungsi, antara lain sebagai Public Service Obligation (PSO)Fungsi ini adalah perintah dari konstitusi, sebuah dasar hukum paling tertinggi di negeri iniIndonesia bukan cuma Jakarta, tetapi dari Aceh hingga Papua adalah sebuah negeri dan bangsa di bawah bendera NKRI.

PLN sebagai BUMN, berdasarkan UUD 1945, meski tetap mencari untung, tetapi sejak awal Indonesia merdeka tidak didirikan (untuk) menjadi sebuah perusahaan yang kapitalistikJika PLN disebut merugi, itu adalah ukuran kapitalistik dan bukan ukuran konstitusiKarena itu, seberapa mahal pun biaya untuk membangun mesin pembangkit listrik yang baru, adalah tanggung-jawab pemerintah melalui PLN.

Bersama DPR, pemerintah harus berani menunda proyek yang tak mendesak, dan dananya dialokasikan untuk proyek skala prioritas, termasuk mesin pembangkit yang kronis di berbagai provinsiSebab, merehabilitasi mesin tua pasti riskan gagal dan akibatnya mengalami kerugianTragisnya, malah dituduh korupsiPadahal mesin tua itu tak layak lagi dan tak perlu diperbaiki.

Ketika mengemban misi PSO itu dan kemudian gagal – secara teknik – lalu dianggap korupsi? Sekali lagi, bukankah itu resiko saja, karena pemerintah belum mampu membeli mesin pembangkit baru? Misi PLN itu muliaTetapi harus ada duit, Pak! Tak tiba-tiba jatuh dari langit(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Demokrasi Itu Bak Pakaian


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler