jpnn.com - BALIKPAPAN - Pembangkit yang salah "minum" bahan bakar masih terjadi di Kaltim. Umumnya pembangkit berbahan bakar gas dipaksa diberi solar lantaran sulitnya mendapat pasokan gas. Kendati demikian, akhir 2015 mendatang PLN Wilayah Kaltim dan Kaltara (Kaltimra) memastikan semua Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) akan mendapatkan pasokan gas sebagaimana mestinya.
"Kami sudah mendapatkan surat dari BPH Migas bahwa PLN mendapat suplai gas 40 MMBTUD (Million Metric British Thermal Unit Per Day). Makanya tahun ini PLN mulai membangun pipa distribusinya dari Anggana sampai Tanjung Batu sejauh 55 kilometer," terang GM PLN Wilayah Kaltimra Machnizon Masri.
BACA JUGA: Brasil Borong Rumput Laut Rp 36 Miliar
Targetnya, pertengahan tahun depan pemipaan tersebut sudah rampung. Gas sebanyak itu akan disuplai oleh Vico sebanyak 10 MMBTUD, Pearl sebanyak 10 MMBTUD, dan Total E&P Indonesie sebanyak 20 MMBTUD. Ini untuk bahan bakar 4 pembangkit di Tanjung Batu dengan total kapasitas 140 megawatt (MW), yakni dua PLTG Peaking masing-masing 50 MW, dan dua PLTG Tanjung Batu masing-masing 20 MW.
Tak hanya itu, gas ini juga akan menyuplai PLTG Samberah kapasitas 2 x 20 MW.
BACA JUGA: BBM Naik Rp 3 Ribu November Nanti
"Jumlah itu (gas) cukup. Karena PLTG Peaking hanya beroperasi 5 jam sehari. Kalau ini sudah terealisasi tak ada lagi pembangkit yang salah minum," tambahnya.
Kendati demikian, pihaknya berharap terus ada alokasi gas untuk PLN Kaltim sehingga akan mempermudah untuk pengembangan pembangkit baru.
BACA JUGA: Tarif KA Jarak Jauh Naik 1 Januari 2015
"Kami direncanakan dapat 2 MMBTUD dari Penajam, kami bersyukur sekali kalau memang benar. Ini untuk pengembangan ke depan," imbuhnya.
Pemakaian gas dikatakan akan jauh memperkecil biaya pokok produksi (BPP). Jika menggunakan solar industri BPP per kWh listrik mencapai Rp 3.000, namun ketika menggunakan gas BPP tersebut bisa ditekan hingga separuh lebih. Meskipun perhitungannya harus melihat lagi harga gasnya, karena harga gas di masing-masing tempat berbeda sesuai negosiasi.
Seperti diketahui, penggunaan bahan bakar solar menjadi salah satu penyebab subsidi listrik membengkak. BPP listrik per kWh mencapai Rp 3.000 sementara listrik tersebut dijual ke masyarakat dengan harga sekira Rp 850 per kWh. Selisih harga tersebut yang ditanggung pemerintah melalui subsidi. (*/rsh/tom/k14)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPPU Tolak Penetapan Tarif Batas Bawah Tiket Penerbangan
Redaktur : Tim Redaksi