jpnn.com, JAKARTA - Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Bahtiar mengajak seluruh stakeholder dan elemen masyarakat untuk bersama melawan ancaman Pilkada 2020.
Bahtiar yang juga Kapuspen Kemendagri itu mengatakan hal tersebut di Jakarta, Minggu (15/12).
BACA JUGA: Sstt...Gerindra Calonkan Seorang Jenderal di Pilkada Surabaya 2020
"Memang butuh kerjasama semua pihak, Pemerintah, penyelenggara, peserta, juga masyarakat untuk melawan ancaman Pilkada 2020 ini," kata Bahtiar.
Bahtiar juga menekankan netralitas dan profesionalisme penyelenggara merupakan bagian dari mewujudkan Pilkada yang berintegritas. Penyelenggara Pilkada harus berkomitmen penuh menjalankan tugas dan fungsinya sesuai yang diamanatkan UU maupun peraturan.
BACA JUGA: Yakinlah, PDIP Tak Akan Usung Eks Napi Korupsi di Pilkada 2020
"Netralitas, profesionalitas, dan integritas penyelenggara yaitu KPU maupun Bawaslu, karena kunci dari Pemilu yang sukses dan berintegritas juga ditopang oleh penyelenggara yang berintegritas pula.,” terangnya.
Pengalaman kasus-kasus Pilkada sebelumnya, menurut Bahtiar, menunjukkan bahwa terdapat pelanggaran etik penyelenggara pemilu yang diberi sanksi oleh DKPP. Juga beberapa kasus dugaan tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu di daerah yang telah diproses oleh aparat penegak hukum.
BACA JUGA: Tiga Daerah di Jabar Rawan Pelanggaran di Pilkada 2020
Bahtiar mengatakan, keberpihakan dan ketidaknetralan penyelenggara pemilu pada salah satu pasangan calon kepala daerah secara langsung menjadi sumber utama konflik dalam seluruh proses tahapan pemilihan kepala daerah.
Oleh karena itu, Bahtiar berharap, pengawasan masyarakat maupun kontrol pers/media, untuk tidak ragu-ragu mengungkap dan mengontrol secara ketat terhadap kinerja, perilaku dan intergritas penyelenggara pemilu didaerah.
“Begitu pula kami berharap DKPP lebih proaktif dan cepat memproses secara terbuka kasus-kasus dugaan pelanggaran etik yang sangat mungkin terulang terjadi dalam pelaksanaan Pilkada 2020 mendatang,” imbuh Doktor Ilmu Pemerintahan itu.
Kunci sukses pelaksanaan Pilkada, lanjut Bahtiar, adalah seberapa besar tingkat kepercayaan masyarakat di daerah tersebut dan kepercayaan para kontestan pilkada terhadap proses pelaksanaaan dan hasil pelaksanaan pilkada yang dikelola oleh penyelenggara pemilu baik bawaslu maupun KPU daerah tersebut. Jika masyarakat dan para kontestan percaya terhadap proses dan hasil pelaksanaan Pilkada maka potensi konflik dapat dieliminir dan bahkan takkan terjadi konflik apapun.
Pilkada 2020 pada 270 daerah akan melibatkan lebih dari 3 juta orang penyelenggara pemilu baik penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan, desa/kelurahan maupun penyelenggara di TPS.
Bahtiar menekankan, penting untuk memastikan para penyelenggara tersebut adalah orang-orang yang berintegritas.
Merekrut jutaan orang penyelenggara pemilu adhock yang profesional, netral dan berintegritas, menurut Bahtiar, bukanlah pekerjaan yang mudah.
Oleh karena itu sejak awal masyarakat dan pers harus mengontrol proses rekruitmen para penyelenggara pemilu adhock (Panitia Pemilihan Kecamatan, Pengawas Kecamatan, Panitia Pemilihan Kelurahan/Desa, Pengawas tingkat kelurahan/desa, panitia dan pengawas pemilihan tingkat TPS yang akan diseleksi oleh KPU dan Bawaslu tingkat daerah pada tahun 2020 mendatang.
“Para penyelenggara adhock yang pernah diputus bermasalah dalam pelaksanaan pemilu dan pelaksanaan pilkada sebelumnya jangan sampai terpilih lagi menjadi penyelenggara adhock dalam pilkada 2020. " ujarnya.
Potensi terjadinya polarisasi di tengah masyarakat harus pula diantisipasi dengan baik. Utamanya, dalam media sosial yang memungkinkan setiap orang membuat konten sesuai kehendaknya masing-masing.
Hoaks, ujaran kebencian, kampanye negatif yang dapat menggangu persatuan dan kesatuan harus dicegah secara maksimal.
"Hati-hati juga dengan produksi konflik yang ditimbulkan media sosial, ada hoaks, dan lain-lain, apalagi mendekati hari pelaksanaannya, biasanya suasana menjadi panas, kampanye tersebut harus dilawan dengan kampanye positif. Di sinilah peran peserta Pilkada dan Parpol agar ikut serta meminimalisir suasana panas dan konflik di tengah masyarakat," jelas Bahtiar.
Bahtiar juga menambahkan, politik identitas, politisasi isu SARA juga diduga masih akan menjadi ancaman pada Pilkada tahun 2020 yang akan dilaksanakan di 270 daerah itu. Sejatinya, ancaman dan potensi ini perlu menjadi perhatian bersama untuk diantisipasi seluruh komponen bangsa, terutama bagi daerah yang akan melakukan perhelatan akbar demokrasi itu. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo