PMI di Malaysia Kelaparan, Tidak Punya Uang Beli Makan, Bisa Bikin Lingkaran Setan

Selasa, 28 April 2020 – 15:05 WIB
Politikus PKS Kurniasih Mufidayati. Foto: Aristo Setiawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati menerima pesan dari para pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia yang sangat terdesak karena kondisi lockdown di negeri jiran tersebut akibat pandemi COVID-19.

"Saat ini jutaan PMI di Malaysia membutuhkan pertolongan mendesak,” kata Kurniasih, Selasa (28/4).

BACA JUGA: PMI Positif Corona Bertambah

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang karib disapa Mufida itu meminta pemerintah menjalankan amanat undang-undang dalam menjamin terpenuhinya hak PMI. Sebab, ujar dia, banyak sekali jeritan PMI di Malaysia.

Dia lantas mencontohkan salah satu isi pesan yang diterimanya dari seorang PMI di Malaysia.

BACA JUGA: Hidayat Nur Wahid Bantu PMI Terisolasi di Malaysia

PMI itu mengaku di kongsinya ada 50 orang yang kekurangan makan. Mereka tidak bisa ke warung, karena tak punya uang.

"Ini adalah jeritan minta tolong dari saudara kita di sana. Mereka kekurangan uang dan tidak bisa membeli bahan makanan, bahkan untuk sekadar bertahan hidup dan kebutuhan makan sehari-hari sulit,” ungkapnya.

BACA JUGA: 50 Sukarelawan Kompak Donor Darah untuk PMI Surabaya

Legislator Daerah Pemilihan (Dapil) II DKI Jakarta (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Luar Negeri) itu mengingatkan pemerintah bahwa UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI sudah sangat lengkap mengatur hak-hak PMI.

UU ini secara tegas menyatakan pemerintah harus melindungi hak-hak pekerja dan keluarganya sejak dari rekrutmen sehingga masa purna tenaga kerja Indonesia (TKI).

"Saya menyebutnya perlindungan semesta, yang memberikan jaminan atas perlindungan hak PMI dari hulu hingga hilir," kata Mufida.

Dia menjelaskan, tujuan UU ini tentu saja untuk menjamin dan melindungi segenap warga negara Indonesia.

Dengan perlindungan yang layak, maka PMI akan bisa bekerja dengan baik dan pada akhirnya akan membawa manfaat besar bagi bangsa Indonesia.

"Karena itu, sudah sepatutnya pemerintah segera merespons jeritan permintaan tolong dari PMI di Malaysia, sebagai amanat undang-undang," ungkap Mufida.

Ia melihat masih banyak masalah yang melingkupi PMI, baik di dalam negeri maupun di negara penempatan. Salah satunya adalah ketidaksesuaian antara kontrak yang ditandatangani dengan hak yang akhirnya mereka terima saat telah bekerja.

Mufida mengaku mendapat banyak informasi tentang adanya potongan-potongan biaya sangat besar yang memberatkan PMI. Hal ini pada akhirnya membuat uang gaji PMI akan terpotong sangat besar. Salah satu sumbernya adalah keperluan TKI itu sendiri dalam memenuhi syarat agar dapat bekerja di LN.

"Di antaranya adalah biaya pembuatan paspor, sertifikasi dan biaya-biaya lain selama menunggu penempatan," ujar Mufida.

Menurut Mufida, pemerintah dalam hal ini Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) harus memberikan jalan keluarnya.

Dia menegaskan sungguh memprihatinkan bila pada akhirnya hampir setengah dari gaji mereka sebagai PMI harus dipotong untuk membayar kembali utang yang mereka buat selama proses penempatan.

"Jangan sampai ini menjadi lingkaran setan yang hanya menguntungkan para calo. Harus ada ketegasan dan keberpihakan dari pemerintah. Calo harus diberantas sesegera mungkin," pungkas Mufida. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler