jpnn.com, JAKARTA - Pekerja Migran Indonesia (PMI) merupakan penyumbang devisa terbesar kedua setelah minyak dan gas bumi (migas).
Menurut catatan Bank Indonesia (BI), nilai remittansi yang dikirimkan PMI sebesar USD 14,2 miliar atau sebesar Rp 227 triliun.
"Nilai itu belum lagi dari penerimaan barang, mungkin kalo dihitung lehih dari Rp 300 triliun, karenanya peran mereka penting dalam mendukung perekonomian nasional," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), Rinardi dalam webinar International Migrant Day dengan tema Level Up Your Future with UT yang digelar Universitas Terbuka (UT), Sabtu (28/12).
Jumlah PMI sejak 2007 hingga 17 Desember 2024 dari data yang dimiliki Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), sebanyak 5.187.924 orang.
BACA JUGA: Migrants Day 2024, Menakar Urgensi Pendidikan Tinggi bagi Pekerja Migran Indonesia
Para PMI tersebar di berbagai negara seperti di Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan, Jepang dan lainnya.
KP2MI mendorong kepada masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri agar melalui jalur resmi atau prosedural.
BACA JUGA: Agung Laksono Desak Mediasi untuk Akhiri Konflik di PMI
Hal tersebut agar hak-hak pekerja terlindungi serta tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
"Untuk penempatan PMI didominasi perempuan dan pemerintah mendorong agar melalui jalur resmi," ucapnya.
Rinardi juga mengapreasiasi peringatan migran day yang diselenggarakan Universitas Terbuka melalui kegiatan webinar ini.
Menurutnya, tema Level Up Your Future with UT sejalan dengan upaya menyiapkan kompetensi sumber daya manusia menuju Indonesia Emas 2045.
"Kegiatan ini sangat sesuai karena banyak yang harus kita siapkan menuju Indonesia Emas 2045. Itu tidak hanya tanggung jawab KP2MI, tetapi juga seperti dukungan yang diberikan UT dengan memberikan akses pendidikan untuk semua masyarakat termasuk PMI agar kompetensinya meningkat," tuturnya.
Peningkatan kompetensi melalui pendidikan merupakan hal penting di tengah kompetisi global yang ketat, sehingga mereka tidak lagi menjual tenaga atau ototnya saja, tetapi naik level menjual keahliannya.
Rektor UT Prof. Ojat Darojat, M.Bus., Ph.D. yang membuka webinar menyatakan sejak didirikan pada 40 tahun lalu, UT mengemban misi untuk memberikan akses pendidikan berkualitas seluas-luasnya bagi masyarakat.
Semua termasuk bagi mereka yang ada di daerah pelosok, terpencil dan susah dijangkau secara geografis.
"Hal ini merupakan mandat khusus dari pemerintah yang kami emban, supaya tidak ada masyarakat merasa termarjinalkan dalam mendapat layanan pendidikan berkualitas, biaya terjangkau, fleksibel dan bisa belajar kapan saja di mana saja, termasuk bagi saudara kita PMI di luar negeri," terang Prof Ojat.
Menurutnya, keberadaan dan keberhasilan UT menggelar layanan pendidikan di luar negeri tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Termasuk Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), para Duta Besar Indonesia di berbagai negara, juga pihak-pihak lainnya.
"Kami berterima kasih atas semua dukungan yang diberikan dan semoga kerja sama ini makin kokoh untuk menyiapkan SDM unggul menyongsong Indonesia Emas 2045," ujarnya.
Prof Ojat menyebutkan, bekal kompetensi unggul merupakan sebuah keharusan yang penting dimiliki oleh masyarakat termasuk PMI.
Hal tersebut agar mereka bisa menghadapi persaingan yang ketat sesuai tuntutan global saat ini dan di masa depan.
"UT sudah menyiapkan kurikulum untuk menghadapi itu semua, sehingga lulusan bukan hanya sukses akademis serta dunia kerja, tetapi juga berhasil di tengah masyarakat," ungkapnya.
Dia melanjutkan, Hari Migran Sedunia bukan hanya menjadi momen untuk merayakan keberagaman budaya yang diciptakan oleh para migran di seluruh dunia, tetapi juga menjadi waktu tepat untuk merefleksikan hak mereka, termasuk hak untuk mendapatkan literasi dan pendidikan tinggi.
Di sinilah Universitas Terbuka mengambil peran, sebagai institusi pendidikan tinggi terbuka dan jarak jauh, UT berkomitmen untuk memastikan bahwa pendidikan berkualitas dapat diakses oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.
"Universitas Terbuka telah membuktikan bahwa pendidikan jarak jauh adalah solusi terbaik bagi mereka yang memiliki keterbatasan waktu dan tempat, termasuk para pekerja migran," imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Universitas Terbuka (UT) Layanan Luar Negeri, Dr. Pardamean Daulay, S.Sos., M.Si., menyebutkan jumlah mahasiswa UT di luar negeri saat ini sebanyak 6.245 orang. Mereka tersebar di 56 negara dan puluhan kota besar dunia.
"Kami hadir membuka akses ke seluruh pekerja migran untuk meningkatkan kompetensinya melalui bekerja sambil kuliah di UT. Ini bukan isapan jempol karena sudah banyak PMI yang lulus dari UT," tambahnya.
Dia menjelaskan, peningkatan kompetensi dan literasi sangat penting bagi PMI, apalagi banyak di antara pekerja yang tidak memahami aturan atau regulasi tentang ketenagakerjaan.
Hal itu menyebabkan mereka sering dirugikan atau tidak paham ketika terjadi masalah di tempat kerjanya.
"Oleh karenanya, ayo ajak teman-teman PMI lainnya untuk kuliah di UT," tutupnya. (esy/jpnn)
Redaktur : Dedi Yondra
Reporter : Mesyia Muhammad