jpnn.com, SURABAYA - Musisi Leo Kristi memang telah berpulang 21 Mei silam, namun kenangan akan karya dan pribadinya tetap hidup di hati para sahabat dan penggemar. Hal itulah yang salah satunya dibuktikan oleh seniman sekaligus tokoh budaya Jawa Timur Hamid Nabhan.
Mengenang sang sahabat, Hamid meluncurkan buku yang memuat kumpulan syair Leo Kristi. Berjudul Pohon Tua Ranting Kering, buku itu menjadi penanda kenangan akan sosok Leo yang hangat. ”Bung Leo adalah pahlawan. Setidaknya bagi dunia seni. Dedikasi dan semangatnya dalam bermusik mampu menginspirasi siapapun,” jelas Hamid.
BACA JUGA: Leo Kristi Tutup Usia dan Sederet Albumnya
Menurut pria yang juga pelukis itu, Leo telah memberi corak yang khas dalam perjalanan musik Indonesia. ”Syair-syair lagunya begitu terasa kedalaman maknanya. Menyuarakan keriangan dan kesedihan, semua itu adalah dinamika hidup. Empati atas nasib dan tragedi orang-orang, sementara kidung-kidung asmara yang telah diciptanya tidaklah cengeng. Karena itu tidak berlebihan jika buku ini kami dedikasikan khusus untuk menghormati beliau,” puji dia.
Total ada 87 syair karya Leo yang termuat dalam buku setebal 116 halaman tersebut. Beberapa di antaranya adalah karya yang pernah meledak menjadi hit pada masanya. Sebut aja Nyanyian Fajar, Sendiri, Pohon Tua Ranting Kering, dan Salam dari Desa.
BACA JUGA: Obituari Leo Kristi
Leo Kristi memang legenda. Lahir bernama Leo Imam Sukarno pada 8 Agustus 1949, Leo meninggal di RS Immanuel Bandung karena sakit. Karir bermusiknya dimulai ketika membentuk band Lemon Trees bersama Gombloh dan Franky Sahilatua.
Karena tidak sesuai visi, Leo kemudian keluar dan membentuk Konser Rakyat Leo Kristi (KRLK). Formasinya adalah Naniel, Mung, Jilly dan Lita. Pada tahun 1975, kelompok ini merilis album pertamanya, Nyanyian Fajar.
BACA JUGA: Selamat Jalan Leo Kristi...
Hingga akhir hayatnya Leo total membuat 12 album. Terakhir Warm, Fresh, and Healthy di tahun 2010. (JPNN/pda)
Redaktur : Tim Redaksi