jpnn.com, JAKARTA - Benny Simon Tabalujan atau Benny Tabalujan sudah dijadikan tersangka oleh Penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya atas kasus dugaan pemalsuan sertifikat tanah di Kawasan Cakung Barat, Jakarta Timur.
Pria yang berprofesi sebagai dosen di Melbourne Business School, University of Melbourne Australia ini diduga terlibat dalam beberapa kasus permainan tanah lain. Hanya saja, kasus ini belum dilaporkan.
BACA JUGA: Kasus Mafia Tanah Siap Disidangkan, Tersangkanya Masih Buron
"Kami menduga tersangka ini ada sejumlah kasus lain di Jakarta," kata Kanit V Subdit 2 Harta Benda (Harda) Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kompol Ipik Gandamanah, kepada awak media.
Dia menduga, modus yang dilakukan Benny sama dengan kasus yang kini sedang diusut Polda Metro Jaya.
BACA JUGA: Aliansi Warga: Bersihkan Jakarta dari Jaringan Mafia Tanah
"Modus operandi yang dilakukan sama. Yang berbeda cuma bendera nama perusahaan yang melakukan aksi manipulasinya," kata dia.
Hingga kini, Benny Tabalujan belum pernah memenuhi panggilan penyidik untuk dimintai keterangan. Penyidik bahkan sudah menjadikan Senior Fellow (Melbourne Law Masters) dari Melbourne Business School, University of Melbourne ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
BACA JUGA: Polisi Ungkap Sindikat Mafia Tanah di Bekasi
"Sudah menerbitkan status DPO bagi Benny dan sedang pengurusan red notice melalui Interpol untuk membawa Benny dari Australia," kata dia.
Dalam menjalankan aksinya, Benny dibantu oleh beberapa orang. Mulai dari eksekutor seperti Achmad Djufri dan Mardani. Termasuk oknum petugas juru ukur di kantor BPN Jakarta Timur, Paryoto.
Saat ini Achmad Djufri dan Paryoto masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Sedangkan Mardani telah meninggal dunia.
Masih dari informasi penyidik, perusahaan yang digunakan Benny Tabalujan mulai dari PT Salve Veritate, PT Pactum Serva, PT Sapere Aude dan PT Sigma Dharma Utama.
Salah satu korban, Edy Kartono, pemilik tanah di Jalan Cakung Cilincing, Cakung Timur seluas 8.150 meter. Edy membeli tanah tersebut dari ahli waris Haji Dirham, Hj Icih dengan bukti surat girik C No 2163.
BPN Jakarta Timur tertanggal 31 Desember 2013, sudah menerbitkan surat kalau tanah itu belum ada status kepemilikan atas orang lain. Surat BPN itu diteken Kepala Kantor Pertanahan BPN Jakarta Timur, Lukman Hakim.
"Ada banyak bangunan semi permanen seperti tempat karoeke, panti pijat, cafe dan tambal ban. Tetapi saya sudah minta tolong supaya bisa dibersihkan," kata Edy Kartono kepada sejumlah media beberapa waktu lalu.
Setelah bersih dari bangunan liar, Edy Kartono merapihkan tanah, membuat pagar dan menempatkan orang untuk menjaga kawasan itu. Edy akhirnya menjadikan lahan parkir sejumlah kontainer miliknya.
Gangguan dari keluarga Tabalujan mulai muncul. Melalui bendera PT Pactum Serva, keluarga Tabalujan tiba-tiba mengakui tanah tersebut milik mereka merujuk pada 6 SHGB. Hj Icih sudah melaporkan kasus ini juga kepada Polres Jaktim pada 2014 silam. (jlo/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh