jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) mendesak Polda Metro Jaya mengusut tuntas kasus dugaan tindak pidana korupsi Payment Gateway di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM).
Kasus itu menyeret mantan Wamenkum HAM Denny Indrayana sebagai tersangka.
BACA JUGA: Jelang PSU Pilgub Kalsel, Denny Indrayana Laporkan Dugaan Politik Uang ke Bawaslu RI
Awalnya, Bareskrim Polri mengusut kasus tersebut sejak 2015 hingga 2020. Kemudian, Bareskrim melimpahkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya. Namun, hingga saat ini penanganannya masih mangkrak.
Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan mengatakan, kasus tersebut menjadi tugas penyidik Polda Metro Jaya agar memberikan kepastian hukum.
BACA JUGA: Perkara Sengketa Pilkada Kalsel Berlanjut ke Acara Pembuktian, Begini Respons Denny Indrayana
"Artinya jika memang ada kasus yang sudah enam tahun tidak ada penyelesaian. Saya kira menjadi tugas Polda Metro Jaya untuk memberikan kepastian hukum," kata Edi, Senin (7/6).
Edi menilai masyarakat dan tersangka Denny membutuhkan kepastian hukum mengenai duduk perkara yang diduga merugikan negara Rp 32,4 miliar itu.
BACA JUGA: Jalan Putus, Denny Indrayana Minta Evakuasi Korban Banjir Lewat Jalur Udara
Polda Metro Jaya harus mengusut kasus tersebut sampai tuntas agar memastikan tegaknya hukum tanpa pandang bulu.
"Kami minta ke Polda biar ada kepastian hukum, tentunya penyelesaian, jangan sampai menggantung," ujar Edi.
Di sisi lain, lanjut Edi, dugaan korupsi pada proyek pengadaan layanan jasa elektronik penerbitan paspor itu pasti melibatkan banyak pihak.
Oleh karena itu, kata dia, penuntasan kasus tersebut bisa dilakukan lewat tersangka.
"Saya kira logikanya tidak mungkin dilakukan oleh sendiri yang bersangkutan. Pasti mungkin ada persetujuan dari pada menteri. Saya kira tugas Polri untuk melakukan pendalaman untuk melakukan penyelidikan, bagaimana kasusnya," ucap Edi.
Edi mengingatkan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memiliki program Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan).
Edi berharap Polda Metro Jaya tidak hanya menganggap program itu sebagai slogan belaka.
"Polda Metro Jaya yang sudah diberikan tanggung jawab dalam kasus, dia harus melakukan merespons cepat. Kalau ditemukan kendala, kemudian dalam pembuktian, saya kira bisa dihentikan. Kalau cukup bukti dan yang bersangkutan ada tersangka saya kira layak untuk diteruskan," tegas Edi.
Denny Indrayana ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam implementasi pelaksanaan payment gateway di Kemenhumkan. Penetapan tersangka berdasar laporan polisi bernomor LP/166/2015/Bareskrim pada 2015.
Program yang menjadi bancakan dugaan korupsi itu diluncurkan pada Juli 2014 saat Denny menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM.
Kementerian Keuangan menyebut program tersebut tidak mengantongi izin. Program itu juga diklaim oleh Polri telah merugikan negara Rp 32,4 miliar mengacu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Denny Indrayana juga diduga menyalahgunakan jabatannya sebagai Wamenkumham dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik.
Dia diduga berperan menginstruksikan penunjukan dan fasilitasi vendor payment gateway, yaitu PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Pinnet Indonesia. Uang disetorkan di dua perusahaan itu, baru diteruskan ke bendahara negara.
Denny Indrayana dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 23 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 199 jo pasal 421 KUHP Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (cr3/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama