Polda NTT Ungkap Dosa Ipda Rudy Soik Pengungkap Mafia BBM yang Dipecat

Selasa, 15 Oktober 2024 – 11:40 WIB
Kabid Humas Polda NTT Kombes Ariasandy. Foto: ANTARA/Kornelis Kaha

jpnn.com - Pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan terhadap Ipda Rudy Soik, polisi pengungkap kasus dugaan mafia BBM di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) masih jadi sorotan.

Terbaru, Polda NTT memastikan Ipda Rudy Soik dipecat bukan terkait persoalan mafia bahan bakar minyak (BBM) yang ada di Kota Kupang.

BACA JUGA: Ipda Rudy Soik Pengungkap Kasus Mafia BBM Dipecat, Analisis Reza Indragiri: Serbaironi

Sejurus dengan bantahan itu, Kabid Humas Polda NTT Kombes Ariasandy membuka dosa-dosa perwira polisi tersebut yang membuat Rudy dipecat.

"Rekan-rekan media kami ingin sampaikan bahwa PTDH terhadap Ipda Rudy Soik terkait dengan tujuh laporan polisi yang masuk ke Bidang Propam Polda NTT dalam kurun waktu dua bulan terakhir yang diproses oleh Bidang Propam Polda NTT,” kata Kombes Ariasandy di Kupang, Senin (14/10/2024).

BACA JUGA: 8 Parpol Sepakat, Sherly Tjoanda Istri Mendiang Benny Laos Jadi Cagub Malut

Mantan Kapolres Timor Tengah Selatan itu mengatakan bahwa tujuh laporan terhadap Ipda Rudy Soik, diawali dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Paminal Polda NTT terhadap Rudy.

Menurut dia, Rudy kena OTT bersama tiga anggota Polri lainnya, yakni AKP Yohanes Suhardi (YS), Ipda Lusiana Lado (LL) dan Brigpol Jean E. Reke (JER) yang berstatus istri orang pada 25 Juni 2024, di sebuah tempat hiburan di saat jam dinas berlangsung bersama orang.

BACA JUGA: Ipda Rudy Soik Pengungkap Kasus Mafia BBM Dipecat, Ini Penjelasan Polda NTT

Dari OTT tersebut anggota Paminal Polda NTT membuat Laporan Polisi dengan nomor LP-A/49/VI/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 27 Juni 2024. Berdasarkan laporan tersebut dilakukan serangkaian proses penyelidikan dan penyidikan.

"Atas pelanggaran tersebut, Ipda Rudy Soik mendapat sanksi Penempatan pada tempat khusus selama 14 (empat belas) hari dan mutasi bersifat demosi selama tiga tahun keluar wilayah Polda NTT," ucapnya.

Sanksi itu berdasarkan Putusan Sidang Kode Etik Profesi Polri Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024.

Sanksi Demosi selama 3 (tiga) tahun tersebut diputuskan, karena sebelumnya yang bersangkutan Ipda Rudy Soik pernah melakukan pelanggaran dan menjalani empat kali sidang disiplin dan kode etik pada tahun 2015 dan 2017.

Atas putusan tersebut, Ipda Rudy Soik mengajukan banding sehingga dia tidak melaksanakan sanksi tersebut.

Dari proses sidang banding, diputuskan oleh Komisi Banding, dengan hasil putusan sidang Banding Komisi Kode Etik Polri Nomor: PUT/06/X/2024/Kom Banding, tanggal 9 Oktober 2024.

Putusan itu menjatuhkan sanksi dari putusan Komisi Kode Etik Polri menambah putusan sanksi berupa mutasi bersifat demosi selama 5 (lima) tahun terhadap Putusan Sidang KKEP Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024.

Hal yang memberatkan adalah Rudy dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan saat persidangan.

"Pada saat perbuatan terjadi dilakukan secara sadar dan menyadari merupakan norma larangan yg ada pada aturan kode Etik Polri,” tuturnya.

Selain itu juga selama pemeriksaan sidang berlangsung, Ipda Rudy Soik tidak kooperatif dan bahkan Rudy keluar dari ruangan sidang di saat pembacaan tuntutan dan tidak bersedia mendengarkan tuntutan dan putusan.

Kombes Ariasandy menegaskan bahwa Ipda Rudy Soik telah melakukan perbuatan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri berupa melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar operasional prosedur, ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak dengan melakukan pemasangan garis polisi (Police Line) pada drum dan jeriken yang kosong di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar beralamat di Kelurahan Alak dan Fatukoa.

"Tempat dilakukan pemasangan garis polisi (Police Line) tidak terdapat barang bukti dan bukan merupakan peristiwa tindak pidana dan dalam tindakan tersebut tidak didukung dengan administrasi penyelidikan," tegas Kabid Humas.

Sementara itu, Ipda Rudy mengaku terkejut dengan putusan sidang kode etik itu. Dia mengaku dirinya dipecat karena memasang garis polisi di tempat penampungan BBM ilegal di Kota Kupang.

Menurut Rudy, yang dilakukannya merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan. Itu pun atas perintah pimpinannya yakni Kepala Kepolisian Resor Kupang Kota Komisaris Besar Polisi Aldinan Manurung.

"Bagi saya keputusan PTDH sesuatu yang menjijikkan," ujarnya.(ant/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler