jpnn.com - JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai penanganan kasus dugaan mafia tanah yang dilakukan Polda Sumatera Utara penuh kejanggalan.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, kejanggalan itu terlihat karena kurang dari setahun penyidikan, Polda sudah menyatakan tidak ada unsur pidana.
Padahal, kata dia, Polda sudah menetapkan 13 tersangka dalam kasus yang membuat PT Bumi Mansyur Permai menjadi korban penyerobotan tanah itu. “Ini jelas janggal," tegas Boyamin, Senin (30/11).
Menurut Boyamin, seharusnya penyidikan itu membuat terang suatu kasus dari ‘gelap’. "Bukannya sebaliknya, terang menjadi gelap,” kata Boyamin.
Karenanya, Boyamin menegaskan, penanganan kasus ini harus dievaluasi. Menurut dia, Propam Polri harus memeriksa apakah ada unsur kesengajaan. “Seharusnya sejak jauh-jauh hari menyatakan bahwa kasus itu tidak ada unsur pidananya sebelum menetapkan 13 tersangka,” jelasnya.
Seperti diketahui, sesuai Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan tertanggal 10 Februari 2015 dari Polda Sumut, ada 13 tersangka. Namun belakangan pada SP2HP kepada Dirut BMP, Marthin Sembiring tertanggal 18 November 2015, Polda menyatakan kasus itu bukan merupakan tindak pidana.
Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional mempertanyakan kinerja Polda Sumut dalam penanganan kasus itu. Komisioner Kompolnas Edi Hasibuan mempertanyakan bagaimana pihak Polda Sumut bisa menerbitkan SP2HP dan terakhir mengatakan tidak ada tindak pidana serta penyidikan dihentikan. Sedangkan dalam penyidikan dan SP2HP sebelumnya sudah ditetapkan 13 tersangka. "Ini harus dipertanyakan ke Polda Sumut, katanya, pekan lalu.
BACA JUGA: Ternyata Surat-surat Lamborghini Maut STMJ Itu...
Tentunya, kata dia, pihaknya akan meminta penjelasan dari Kapolda Sumut terkait keluarnya surat itu, apakah sesuai prosedur atau tidak. “Jika pelapor kasus itu merasa dirugikan, silakan lapor ke Kompolnas, kami akan menerimanya dan segera menindaklanjutinya,” tegasnya.
Sementara itu, kuasa hukum PT BMP, Zakaria Bangun, menilai SP2HP yang dikirimkan oleh Polda Sumut itu kepada kliennya merupakan surat “abunawas” karena judul surat itu perkembangan penyidikan namun di dalamnya berbeda.
“Ini benar-benar aneh dan sudah merusak tatanan hukum Indonesia. Mengapa? karena sudah ada dua alat bukti salah satunya dari Labkrim yang menyebutkan objek hukumnya itu palsu alias surat palsu tapi dinyatakan bukan merupakan tindak pidana,” katanya.
Ia menilai SP2HP 18 November 2015 itu, merupakan akal-akalan saja dari penyidik guna mencegah mereka digugat praperadilan. “Judulnya SP2HP tapi isinya kasus itu bukan tindak pidana,” tegasnya.
Sebelumnya, PT BMP yang menjadi korban aksi penyerobotan tanah oleh mafia di Sumut dengan modus pemalsuan sertifikat tanah, meminta pelindungan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Presiden Joko Widodo.
Perlindungan itu berupa penuntasan penanganan kasus tersebut yang sejak 2014 telah ditetapkan sebanyak 13 tersangka namun mereka belum ada yang ditahan alias masih bisa berkeliaran bebas. Otak dari aksi penyerobotan tanah itu diduga dilakukan oleh oknum pengusaha asal Medan.
BACA JUGA: Kompak, Provinsi dan Lima Pemkab/Pemko Buruk Semua
Sementara itu, Komisi III DPR RI sudah menerima laporan dan gelar perkara PT BMP atas pemalsuan sertifikat dan akan menindaklanjuti dengan membentuk Panja Mafia Tanah dan segera akan memanggil kapolri. (boy/jpnn)
BACA JUGA: Inilah Kesabaran Pemilik Kebun Amarilis Terhadap Polah ABG Alay
BACA ARTIKEL LAINNYA... Suami dengan Gairah Berlebihan itu Makin Aneh, Minta Jalur Belakang, Hingga Direkam
Redaktur : Tim Redaksi