Polemik Impor Ilegal Diyakini Rampung dengan Investigasi Menyeluruh

Selasa, 20 Agustus 2024 – 22:47 WIB
Ilustrasi ekspor-impor. Foto: Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Langkah Kementerian Perdagangan (Kemendag) menuduh perusahaan logistik dalam menyelesaikan kasus maraknya peredaran barang impor ilegal di tanah air terlalu prematur.

Sebagaimana diketahui, Satuan Tugas (Satgas) Impor Ilegal yang dibentuk oleh Kemendag mengaku tengah mendalami peran perusahaan logistik dalam kasus impor barang ilegal milik warga negara asing (WNA) yang ditemukan di kawasan Kapuk Kamal Raya, Penjaringan, Jakarta Utara pada Sabtu (18/7).

BACA JUGA: Bea Cukai Tanjung Emas dan Itjen Pantau Penanganan Impor Barang Milik PMI

Ketua Umum ALI (Asosiasi Logistik Indonesia) Mahendra Rianto mempertanyakan tuduhan Kemendag tersebut. Sebab selama ini, perusahaan logistik hanya perpanjangan tangan dari penerima barang.

Dia mengatakan bila barang yang masuk ke Indonesia sudah tiba di darat atau saat lolos dari bea cukai, maka status barang tersebut sudah tidak bisa lagi disebut ilegal.

BACA JUGA: Impor Pipa Bikin Jokowi Jengkel, tetapi Volumenya Malah Naik Terus

“Sekarang kami ambil kasus yang kemarin terjadi, kasus itu kami mesti cek barang yang ada di gudang siapa pun di negeri ini ketika dia tidak terlibat dalam pengurusan pelabuhan kepabeanannya maka dia tidak bisa dibilang ilegal karena kami tak tahu barang ini dari mana. Yang mengetahui adalah yang melalui kepabeanan. Siapa yang mengurus? Perusahaan yang ditunjuk. Kalau tidak terlibat dalam rangkaian itu dan barang ada di gudang, perusahaan tidak bisa dipersalahkan secara langsung,” ungkap Mahendra seperti dikutip Jumat (16/8).

Sebagaimana diketahui, pada Jumat (26/7) lalu, Menteri Perdagangan bersama dengan Satgas barang impor ilegal mengadakan sidak ke kawasan Kapuk Kamal Raya, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara untuk mengawasi keberadaan barang impor ilegal.

BACA JUGA: Impor Produk Jadi Plastik Marak, FLAIPHI Minta Diksi Proteksi Industri Hulu Dievaluasi

Di lokasi, tim satgas menemukan gudang yang dipenuhi oleh barang impor ilegal seperti smartphone, komputer, tablet, pakaian jadi, mainan anak, sepatu, sandal dan barang elektronik lainnya.

Terkait hal ini, Mahendra kembali mengingatkan bila pemerintah tidak bisa menyalahkan pengelola gudang sebelum melakukan investigasi secara menyeluruh.

“Kalau hanya sebagai pengelola gudang ya nggak bisa dipersalahkan. Tetapi kalau sebagai forwarder, dan ada izin forwarder dan melakukan custom clearance istilahnya ya terhadap barang tersebut dan ternyata barang tersebut termasuk sebagai barang yang diatur tata niaganya dan melakukan pembenaran maka salah dia. Gampang sekali dicek,” ungkapnya.

Bila ada perusahaan logistik yang dinyatakan bersalah, lanjutnya, pemerintah bisa langsung mencabut izin mereka. Dia meminta Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan melihat persoalan impor barang ilegal ini secara luas dan menyeluruh.

Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menilai tidak perlu menuduh perusahan logistik terkait temuan barang impor illegal ini.

“Silakan saja dibuktikan melalui pembuktian satgas mafia impor. Jadi, jangan sekadar menuduh, jadikan praduga tak bersalah sebagai basis,” ujarnya.

Menurut Herman, menuduh perusahaan logistik sebagai pelaku peredaran barang impor hanya akan merusak sistem perekonomian nasional.

Sikap Satgas yang tidak memeriksa para importir dan perbatasan yang dikelola oleh Bea Cukai sejak awal juga mengundang tanya. Karena, menurut Herman, satu-satunya ujung tombak masuknya barang impor ilegal ke Indonesia berada di perbatasan.

“Semua seharusnya ada di border (persoalannya). Harus ada pemeriksaan terhadap para importer. Saran ke Kemendag adalah tidak perlu ada tuduhan, silahkan kalau indikasi buktikan dan beri sanksi kalau ada bukti,” tambah Herman lagi.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha (LKPU) dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Ditha Wiradiputra.

Dia meminta pemerintah untuk tidak mengkambinghitamkan perusahaan logistik saat tidak berhasil memberantas peredaran barang impor ilegal di Tanah Air. “Dasar pembuktian yang jelas, ini bisa dikatakan mau cari kambing hitam atas ketidakberhasilan pemerintah,” ungkapnya.

Bila memang ingin menyelesaikan persoalan barang impor ilegal yang masuk ke pasar Indonesia, lanjutnya, seharusnya pemerintah mengambil tindakan yang jelas dan tegas.

Misalnya, bila perusahaan logistik dianggap mencurigakan, maka aparat seharusnya menyasar pintu masuk barang-barang ilegal ini yang umumnya dimulai dari pelabuhan atau penerbangan.

“Kalau logistik kenapa enggak tunjuk pelabuhan? Kan, dari sana. Kenapa enggak ke industri penerbangan? Kan, kargo-kargo itu masuk dari sana semua,” tambahnya.

Ia juga menganggap pernyataan Menteri Zulkifli blunder tanpa memahami persoalan tentang sistem dalam ekspor impor.

Pasalnya, perusahaan logistik manapun di Indonesia hanya akan menjalankan fungsinya bila barang dinyatakan lolos dari pintu pelabuhan dan bandara manapun. Bila ingin menghentikan barang ilegal masuk ke Jakarta, maka Menteri Zulkifli ia imbau untuk memeriksa bea cukai yang memperbolehkan barang tersebut lolos.

“Mereka (perusahaan logistik) kan cuma mengantarkan, yang masalah kenapa bisa lewat? Kalau di bandara mereka bisa bongkar ya nggak mungkin bisa lolos,” ujarnya.

Keberadaan Satgas impor ini menurut Dhita juga hanya kosmetik belaka untuk mengucurkan uang negara bagi sebagian orang. Profesionalisme Satgas impor yang saat ini bekerja dipertanyakan oleh Dhita bila hanya menuduh tanpa menyelesaikan persoalan yang sebenarnya tentang dibalik maraknya barang impor ilegal di Jakarta.

Dosen dari Universitas Gadjah Mada Muhammad Fatahillah Akbar mengatakan dalam kasus di atas, perusahaan logistik adalah korban. Karena Undang-Undang nomor 10 Tahun 1995 jo. Undang-Undang nomor 17 tahun 2006 Tentang Kepabeanan menyebutkan bila setiap aktivitas impor harus tunduk pada aturan kepabeanan.

Selain itu, bila perusahaan logistik hanya bertindak sebagai perusahaan 4PL (Fourth Party Logistics / logistik pihak keempat) atau yang sering dikenal sebagai akselerator bisnis logistik digital, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan tidak memiliki kesalahan jika telah melakukan prosedur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Jika, perusahaan pengimpor barang melakukan pemalsuan dokumen atau pencatatan palsu, maka perusahaan tersebut seharusnya tidak dapat bertanggung jawab,” jelas Akbar. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Skandal Demurrage Impor Beras Memiliki Konsekuensi Hukum yang Bagi Para Mafia


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler