jpnn.com - Inilah uniknya sepak bola Indonesia. Berita mengenai prestasi tim nasional atau timnas kalah heboh oleh warta tentang kaitan sepak bola dan politik.
Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 pada Mei lalu gegara isu politik yang berhubungan dengan penolakan atas keikutsertaan Israel.
BACA JUGA: Jokowi Can Do No Wrong
Sekarang, ketika Indonesia diberi kompensasi untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-17, isu politik muncul lagi. Kali ini berkaitan dengan layak atau tidaknya Jakarta International Stadium (JIS) menjadi salah satu venue atau tempat pertandingan.
Kelihatannya para elite politik tidak pernah jera dan tidak pernah belajar dari pengalaman masa lalu. Politisasi sepak bola adalah persoalan yang sensitif.
BACA JUGA: Pantun Politik Butet dan Hasto
Indonesia dihukum oleh FIFA -otoritas tertinggi sepak bola dunia- karena politisasi sepak bola. Sekarang, ketika FIFA sudah berbaik hati memberi ganti, ternyata politisasi masih terjadi lagi.
Piala Dunia U-17 bakal digelar pada 10 November sampai 2 Desember 2023. Venue yang disiapkan untuk diajukan kepada FIFA, antara lain, Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) di Jakarta, Gelora Bung Tomo di Surabaya, Stadion Manahan di Solo, Stadion Kapten I Wayan Dipta di Bali, Stadion Jakabaring di Palembang, dan JIS.
BACA JUGA: Walah.. Sedang Oke, Gacoan Ducati Malah Dislokasi Bahu
SUGBK yang seharusnya menjadi venue utama untuk pembukaan dan penutupan tidak bisa dipergunakan karena akan dipakai untuk konser Coldplay pada 15 November.
Karena GBK tidak bisa dipakai, maka tidak ada pilihan lain kecuali mengajukan JIS. Akan lucu kalau Piala Dunia tidak dibuka dan ditutup di ibu kota negara.
Upacara pembukaan dan pertandingan pembuka akan menjadi pusat perhatian karena tuan rumah bakal bermain mengawali turnamen. Partai final juga akan afdal kalau diselenggarakan di ibu kota negara, apalagi kalau tuan rumah masuk final.
Itulah sebabnya JIS diajukan sebagai venue sebagai pengganti SUGBK.
Namun, JIS dianggap tidak layak menjadi venue karena disebut tidak sesuai dengan standar FIFA. Ketua Umum PSSI Erick Thohir menyebut fasilitas JIS tidak memenuhi syarat dari FIFA.
Menter BUMN itu beralasan jumlah pintu masuk JIS terbatas. Akses masuk ke stadion dan tempat parkirnya juga terlalu sempit dibanding kapasitas stadion yang mampu menampung 80 ribu penonton itu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun kemudian memerintahkan para menterinya merenovasi JIS. Ada tiga menteri yang ditugaskan terlibat dalam renovasi JIS, yakni menpora, menteri BUMN, dan menteri PUPR.
Dari sini kemudian berkembang isu politik yang berkaitan dengan Pemilihan Presiden 2024. Memakai JIS sebagai venue pertandingan pembuka dan penutup Piala Dunia adalah promosi gratis bagi Anies Baswedan.
Tidak bisa dimungkiri, JIS adalah salah satu peninggalan yang dibanggakan oleh Anies Baswedan ketika menjadi gubernur DKI Jakarta.
Erick Thohir tahu persis bagaimana sepak bola menjadi sarana yang efektif untuk panjatan sosial (pansos) politik, dan ia benar-benar memanfaatkannya semaksimal mungkin.
Sebagai menteri BUMN, Erick seharusnya membanggakan kinerja perusahaan negara yang dipimpinnya. Akan tetapi, sejauh ini Erick terlihat lebih bersemangat memamerkan prestasi sepak bola ketimbang capaian perusahaan-perusahaan negara.
Manuver Erick ini membuat gerah pesaing politiknya. Kalau Piala Dunia U-20 jadi digelar di Indonesia, nama Erick Thohir akan moncer.
Oleh karena itu ada upaya untuk memainkan gergaji mesin untuk memotong gerakan Erick.
PDIP sebagai the winning party menolak kehadiran Timnas Israel. Ganjar Pranowo, gubernur Jawa Tengah, dan I Wayan Koster, gubernur Bali, berduet menyanyikan lagu yang sama menolak timnas Israel.
Piala Dunia U-20 batal diselenggarakan di Indonesia. Ganjar terkena getahnya karena suporter sepak bola menganggapnya sebagai biang kerok kegagalan.
Sampai sekarang citra Ganjar yang tergerus di kalangan penggemar sepak bola Indonesia juga belum peluh.
Erick Thohir juga kehilangan panggung untuk unjuk gigi. Namun, ibarat pemain bola yang lincah, Erick bisa menghindari tebasan tackling yang keras.
Ia jatuh, tetapi cepat bangun dan bisa menguasai bola dan terus melaju menggiring bola. Dalam waktu singkat Erick bisa melakukan recovery.
Ia mendatangkan Timnas Palestina bertanding di Indonesia. Publik sepak bola lumayan terhibur.
Erick juga mendatangkan juara dunia Argentina bertanding di Indonesia. Publik bola makin terhibur, kendati banyak yang kecewa karena Lionel Messi tidak mau datang ke Indonesia.
Berkat lobinya yang lihai dan hubungannya yang rekat dengan Presiden FIFA Gianni Infantino, Erick Thohir diberi hadiah menjadi tuan rumah Piala Dunia U-17.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Peru yang sudah ditunjuk sebagai tuan rumah ternyata tidak siap.
Maka rezeki nomplok pun jatuh ke Indonesia. Terima kasih, Erick Thohir, begitu bunyi baliho di beberapa kota.
Erick Thohir mendapatkan panggung besar untuk mendongkrak popularitas. Tahapan pilpres akan memasuki pendaftaran mulai 19 Oktober sampai 25 November.
Jika Erick dipilih sebagai calon wakil presiden oleh salah satu capres, panggung besar terbuka lebar untuk mendongkrak popularitas.
Erick Thohir menjadi makin seksi bagi para calon presiden. Erick disebut-sebut bakal dipasangkan dengan Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto.
Sampai sekarang nama Erick menjadi salah satu yang terdepan sebagai calon wakil presiden. Piala Dunia U-17 akan menjadi salah satu daya tarik calon presiden untuk mempertimbangkan Erick sebagai calon pendamping.
Piala Dunia U-17 akan efektif untuk memulihkan nama Ganjar Pranowo di mata penggemar sepak bola. Faktor ini bisa menjadi pertimbangan Ganjar untuk meminang Erick.
Di tengah persaingan yang sengit itu, Anies Baswedan seperti mendapatkan rezeki anak saleh. Upaya Erick Thohir untuk pansos politik bisa jadi akan sia-sia kalau JIS dipakai sebagai tempat pertandingan.
Ini akan menjadi panggung gratis bagi Anies Baswedan. Berbagai komentar yang muncul mengenai kekurangan JIS kemudian dimaknai sebagai upaya untuk menenggelamkan reputasi Anies.
FIFA sudah menghukum Indonesia gegara isu politik yang panas menjelang Piala Dunia U-20. Sekarang, isu politik memanas lagi menjelang Piala Dunia U-17.
Mudah-mudahan kali ini FIFA bisa lebih bersabar dan lebih memahami bahwa sepak bola Indonesia tidak bisa lepas dari politik.(***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puan, AHY, dan Mimpi SBY
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi