Polemik Pinjol UKT di ITB, BPKN: Hak Mahasiswa Selaku Konsumen Potensial Dilanggar

Kamis, 01 Februari 2024 – 22:34 WIB
Mahasiwa ITB membentangkan spanduk dalam aksi unjuk rasa bayar kuliah pakai pinjol di depan Gedung Rektorat ITB, Jalan Sulanjana, Kota Bandung, Senin (29/1). Foto: Nur Fidhiah Shabrina/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) menyoroti skema pembiayaan uang kuliah tunggal atau UKT menggunakan pinjaman online (pinjol) yang diterapkan Institute Teknologi Bandung (ITB).

Ketua Komisi Advokasi BPKN RI Fitrah Bukhari menilai skema pembiayaan UKT menggunakan pinjol potensial menyalahi asas kepastian hukum dalam perlindungan konsumen.

BACA JUGA: Heboh Pinjol UKT di ITB, Prof Zainuddin Minta Perhatian Pemerintah

Dia menyitir Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menegaskan bahwa salah satu asas dalam perlindungan konsumen adalah kepastian hukum.

Menurut dia, potensi pelanggaran asas kepastian hukum tersebut tercantum dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang memang memberikan pintu masuk bagi berbagai pihak, salah satunya institusi pendidikan untuk memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik.

BACA JUGA: Sentil Fahri Hamzah yang Sebut Anies-Muhaimin Tersangka setelah Pilpres, Sahroni: Sadarlah!

"Aturan ini juga menjelaskan pemenuhan hak tersebut dilakukan dengan cara memberikan pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan," ujar Fitrah dalam siaran pers yang diterima JPNN.com, Kamis (1/2).

Dalam praktiknya, dari pengaduan yang masuk ke BPKN, pihaknya mengakui pinjol selalu memberikan bunga dalam setiap pinjaman yang diberikan.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: UGM Menilai Jokowi Menyimpang Dari Prinsip dan Moral Demokrasi

"Dari database pengaduan konsumen yang kami terima mengenai pinjol, tidak pernah ada skema pinjol yang tanpa bunga. Ini menjadi perhatian serius bagi kami untuk mendalami kasus ini," tuturnya.

Pihaknya mengakui akan memanggil pelaku usaha yang terlibat dalam waktu dekat. Hal itu guna memastikan hak mahasiswa selaku konsumen terpenuhi.

"Kmi telah menjadwalkan pemanggilan pelaku usaha tersebut dalam waktu dekat," ujarnya.

Fitrah mengungkapkan bahwa seharusnya skema yang diberikan bukan melunasi dalam jangka tahunan, tetapi konsisten dengan isi UU Pendidikan Tinggi, yakni setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan.

Dalam kasus di ITB, Fitrah mengapresiasi niat baik dari kampus untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk melunasi biaya kuliahnya.

Namun, yang harus diingat jangan sampai karena pinjol, mahasiswa yang seharusnya dapat dengan aman dan nyaman belajar, justru harus berurusan dengan tagihan pinjol.

"Akibat lainnya yang dapat mengganggu kekondusifan akademik mahasiswa tersebut," ucap Fitrah.

Sebelum melakukan persetujuan dan tawaran pinjol, katanya, pihak kampus perlu menjelaskan beberapa hal kepada mahasiswa yang sering kali menjadi isu krusial dalam pinjaman online, salah antara lain deadline pembayaran dan pola penagihan.

"Jangan sampai karena sudah masuk deadline pembayaran uang kuliah, mahasiswa dipaksa untuk menerima pinjol yang telah bekerja sama dengan pihak kampus tanpa diberikan informasi dan edukasi yang baik tentang risiko peminjamannya," tutur Fitrah.

Sementara itu, Ketua BPKN M. Mufti Mubarok kasus di ITB potensial melanggar hak konsumen pada Pasal 4 huruf f UU Perlindungan Konsumen, yaitu “hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen” di mana konsumen harus diedukasi perihal pengajuan pinjol berisiko tinggi dan harus diketahui pula mitigasi risikonya.

Lebih lanjut Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen huruf c menyatakan “hak konsumen adalah hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.

Dalam konteks itu. pelaku usaha selaku penyelenggara jasa keuangan berkewajiban menjelaskan keseluruhan informasi termasuk adanya bunga sekian persen yang berpotensi sangat memberatkan mahasiswa.

Dia mengatakan nyawa UU Perlindungan Konsumen sejatinya adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

"Dalam hal ini mahasiswa memiliki hak sebagai konsumen yang dilindungi undang-undang, dan pelaku usaha dan/atau penyelenggara pendidikan tinggi juga harus memperhatikan aspek-aspek perlindungan konsumen," ujar Mufti.(fat/jpnn.com)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler