Polemik Sistem Pemilu Harus Disudahi, Begini Saran HNW untuk Mahkamah Konstitusi

Jumat, 17 Februari 2023 – 23:43 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid alias HNW meminta Mahkamah Konstitusi tetap konsisten dengan putusannya sendiri demi menyudahi polemik sistem pemilu. Foto: Dokumentasi Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) harusnya menunjukkan konsistensinya terkait sistem proporsional terbuka yang menimbulkan polemik dalam beberapa pekan terakhir ini.

Konsistensi dimaksud seharusnya ditunjukkan MK menolak sejak awal permohonan yang diajukan bukan partai politik peserta Pemilu yang ingin mengembalikan sistem proporsional tertutup melalui uji materi UU Pemilu.

BACA JUGA: Begini Pendapat Fahri Hamzah soal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

"Rakyat dan partai-partai juga tahu bahwa sejak 2008 yang lalu, MK sudah mengkoreksi sistem pemilu tertutup dan mengarahkan ke sistem pemilu terbuka yang lebih sejalan dengan aturan konstitusi,” kata Hidayat melalui keterangan tertulisnya, Jumat (17/2).

HNW sapaan akrabnya menyebutkan setidaknya ada beberapa argumentasi yang dapat digunakan untuk membantah upaya mengembalikan sistem pemilu menjadi tertutup.

BACA JUGA: Proporsional Tertutup

Pertama, memang benar bahwa peserta pemilu adalah partai politik, tetapi menurut konstitusi, pemilu bukan untuk memilih parpol, melainkan untuk memilih anggota DPR, DPRD dan DPD.

"Hal ini secara tegas disebutkan dalam Pasal 22E ayat (2) UUD 1945,” sebutnya.

Kedua, kata politikus senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, UUD 1945 telah menegaskan bahwa kedaulatan di tangan rakyat, bukan di tangan parpol.

Menurut HWN, sewajarnya rakyat pemilik kedaulatan diberikan kebebasan memilih calon yang akan mewakili mereka di lembaga parlemen, yaitu yang mereka kenal, sukai atau terbukti membela rakyat.

"Bukan seperti memilih kucing dalam karung, dengan memilih partai tanpa mengetahui calon yang akan wakili rakyat di parlemen sebagaimana yang berlaku dalam sistem pemilu tertutup,” imbuh Wakil Ketua Majelis Syura PKS itu.

HNW menyampaikan alasan ketiga bahwa MK harusnya konsisten dengan putusannya sendiri yang sejak tahun 2008 mengarahkan perubahan dari sistem tertutup ke sistem terbuka.

“Putusan itu masih berlaku dan tidak dicabut, karena sesuai dengan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, putusan MK bersifat final dan mengikat,” tegasnya.

HNW menyampaikan dalam Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 memang tidak secara spesifik berbicara mengenai sistem pemilu terbuka atau tertutup, tetapi dalam pertimbangannya MK secara tegas mengarahkan kepada sistem pemilu terbuka.

MK juga menafsirkan bahwa Pasal 22E ayat (1) menghendaki bahwa pemilu lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat yang maksimal sehingga rakyat diposisikan sebagai subjek utama dalam pemilu, bukan hanya sebagai objek.

“Pertimbangan-pertimbangan ini adalah ratio decidenci (pertimbangan yang mendasari putusan), yang sifatnya sama mengikatnya dengan amar putusan,” tegsnya lagi.

Keempat, argumentasi bahwa sistem pemilu terbuka selain sejalan dengan konstitusi, juga sesuai dengan prinsip demokrasi dan aspirasi rakyat yang oleh konsitusi dinyatakan sebagai pemilik kedaulatan.

HNW menambahkan saat ini sistem pemilu terbuka didukung oleh 8 dari 9 partai peserta pemilu yang ada di DPR.

Secara demokratis, delapan partai tersebut jauh lebih banyak merepresentasikan rakyat, dibanding hanya satu partai.

Apalagi pemerintah juga sudah memberikan sikap di persidangan MK, bahwa mereka juga setuju untuk tetap dengan sistem terbuka.

"Agar spekulasi dan kegaduhan bisa segera diakhiri, sudah sewajarnya bila MK konsisten dengan keputusannya sendiri, yaitu menegaskan bahwa Pemilu tetap dengan sistem proporsional terbuka," pungkasnya. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler