jpnn.com, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menilai pemerintah tidak pernah berpihak pada isu penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bukan hanya pada polemik tes wawasan kebangsaan (TWK), Koalisi menyebutkan langkah lain seperti agenda revisi UU KPK pada 2019 dan pemilihan pimpinan KPK yang bermasalah menjadi contoh dari tidak berpihaknya pemerintah pada penguatan KPK.
BACA JUGA: Kapolri Berencana Rekrut Novel Baswedan Cs, Bukti TWK ala Firli Bahuri Hanya Akal Bulus
"Padahal, kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Hal itu dapat ditangkap dari temuan Transparency International saat menyampaikan Indeks Persepsi Korupsi yang semakin anjlok pada tahun 2020 lalu," kata Koalisi dalam keterangannya, Rabu (29/9).
Mereka juga menyebut Presiden Joko Widodo menjadi salah satu dalang di balik melemahnya lembaga antirasuah.
BACA JUGA: Lagi, 1 Pegawai KPK tak Lulus TWK, Total yang Dipecat Menjadi 57 Orang
Koalisi mengatakan presiden tidak hanya mengabaikan temuan Komnas HAM dan Ombudsman tetapi juga belum mendengarkan aspirasi masyarakat terkait TWK KPK secara penuh.
Selama empat bulan terakhir, lanjut Koalisi, sejumlah organisasi dan tokoh masyarakat sudah mendorong presiden untuk membatalkan keputusan pimpinan KPK.
BACA JUGA: Pimpinan KPK: Kami Sambut Baik Tawaran Kapolri
"Mulai dari puluhan guru besar, mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil telah memberikan masukan tentang potensi pelemahan KPK di balik TWK," tutur Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.
Dengan begitu, koalisi memberikan tiga tuntutan kepada Presiden Jokowi untuk menyampaikan tindak lanjut atas pemberhentian 56 pegawai KPK secara langsung.
Mereka juga mendesar presiden untuk melaksanakan rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM terkait penyelenggaraan TWK KPK.
Kemudian, Presiden Jokowi juga diminta untuk mengangkat 56 pegawai KPK menjadi ASN di KPK. (mcr9/jpnn)
Redaktur : Natalia
Reporter : Dea Hardianingsih