Polisi Ancam Pidana 5 Tahun Bagi Penyebar Ujaran Kebencian di Medsos

Senin, 29 Juni 2020 – 21:19 WIB
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya. Foto: Antara

jpnn.com, JAKARTA - Polda Metro Jaya meminta masyarakat untuk lebih bijak dan tak sembarang menyebarkan kabar hoaks serta ujaran kebencian di media sosial (medsos).

Terlebih di saat pandemi COVID-19 seperti saat ini, karena bisa membuat gaduh masyarakat.

BACA JUGA: Ibu Rumah ini Tangga Bukannya Urus Keluarga Malah Sebar Ujaran Kebencian di Facebook

"Saya minta bantuan kepada masyarakat, apabila menemukan hal-hal yang mencurigakan di medsos, hoaks serta ujaran kebencian terhadap pihak tertentu bisa dilaporkan ke polisi, karena melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Senin (29/6).

Yusri menerangkan, saat ini banyak bermunculan postingan di sosial media, yang menyebarkan informasi tidak benar.

BACA JUGA: Bareskrim Polri Garap Abu Janda Atas Kasus Ujaran Kebencian

Selain informasi hoaks, postingan berupa ujaran kebencian yang dilakukan kelompok tertentu kepada pemerintah maupun instansi milik pemerintah juga semakin marak.

Bahkan, fitnah dan ujaran kebencian juga sudah merasuk ke dunia usaha. Diduga akibat ketatnya persaingan usaha, saat ini marak kampanye hitam yang memfitnah dan mendiskredit sebuah perusahaan, dengan memanfaatkan keluguan konsumen atau pengguna jasa perusahaan tersebut.

BACA JUGA: YE Sudah Menolak, Hasrat Remaja Bejat Ini Terlampiaskan, Danau jadi Saksinya

Yusri menegaskan, masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak panik ketika mendapat informasi yang tidak jelas sumbernya. Menurutnya, jajaran kepolisian bersama TNI dan pemerintah daerah siap untuk menghadapi situasi apapun.

"TNI-Polri dan Pemda bersama seluruh masyarakat siap untuk menghadapi segala macam kondisi apapun. Penyebar hoaks bisa dijerat dengan dengan Pasal 45 A ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukukan di atas lima tahun penjara," beber Yusri.

Sementara itu, Doktor Ilmu Hukum Universitas Airlangga, Anwar Rahman mengatakan, tingginya penggunaan sosial media oleh masyarakat sayangnya tidak diikuti dengan pemahaman yang baik dan benar dalam menyampaikan pendapat di medsos.

Pengguna medsos masih banyak yang belum dapat membedakan antara menyampaikan kritik dengan ujaran kebencian. Kritik sejatinya dalam rangka memperbaiki pendapat atau perilaku seseorang bukan didasarkan atas kebencian terhadap orangnya.

Kritik, dilakukan menggunakan pilihan kata yang tidak menyinggung perasaan, sopan dan bijaksana. Tetapi, tetap tidak mengurangi ensensi kritiknya. Secara umum kritik menunjukan dimana letak kesalahannya dan bagaimana solusinya. Namun, saat ini, banyak ditemui, postingan yang lebih mengarah pada ujaran kebencian dan mendiskreditkan pihak tertentu.

“Kritik berbeda dengan hujatan, fitnah, ujaran kebencian dan penghinaan. Fitnah dan ujaran kebencian biasanya dilakukan dengan narasi yang menyinggung perasaan. Bahkan tidak sopan dan tidak bijaksana serta tidak bertujuan memperbaiki pendapat atau perilaku seseorang,” ucap Anwar. (cuy/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler