Kepolisian di kota Melbourne menangkap 74 orang yang berpartisipasi dalam unjuk rasa "anti-lockdown", Minggu (13/09).
Unjuk rasa yang disebut polisi sebagai "aksi yang signifikan" terjadi di Queen Victoria Market, di mana pengunjuk rasa meneriakan kata "kebebasan" saat berhadapan langsung dengan banyak polisi.
BACA JUGA: Pemerintah Thailand Membayar Warganya Untuk Berlibur di Dalam Negeri
Baku hantam terjadi ketika penangkapan dilakukan.
Seorang polisi terlihat sedang menaruh lututnya di atas leher seorang pengunjuk rasa, sementara polisi lainnya berusaha memborgol pria tersebut.
BACA JUGA: Pemerintah Gagal Tangani COVID-19, Ribuan Warga Israel Satroni Rumah Penguasa
Ketika ditanya apakah taktik tersebut merupakan prosedur yang biasa dilakukan polisi, juru bicara Polisi Victoria mengatakan "petugas harus melakukan penangkapan di tengah situasi yang sangat agresif."
"Seperti hari ini, di mana pengunjuk rasa bertindak agresif, mengancam untuk melakukan kekerasan pada polisi dan tidak menurut ketika hendak ditahan."
Juru bicara Polisi Victoria juga mengatakan pihak manapun yang tidak setuju dengan tindakan yang dilakukan polisi dapat melapor dan akan ditindaklanjuti "dengan sangat serius".
Menurutnya, kurang lebih ada 200 hingga 250 orang yang terlibat dalam unjuk rasa kemarin, dan 176 di antaranya didenda.
"Seorang pria Burwood East berumur 44 tahun, yang kami percaya adalah pemicu utama unjuk rasa ini, masih ditahan polisi dengan alasan 'penghasutan'," kata juru bicara tersebut.
Polisi mengatakan surat izin menggeledah akan dikeluarkan untuk memeriksa rumahnya.
Seorang lainnya ditangkap karena menyerang polisi, namun diketahui tidak ada yang terluka karena unjuk rasa tersebut. Photo: Pengunjuk rasa anti-lockdown terlihat di Melbourne, Minggu, 13 September 2020. (AAP: Erik Anderson)
Tindakan unjuk rasa dianggap 'bodoh' dan 'egois' oleh Premier
Unjuk rasa ini merupakan yang kedua kalinya pekan kemarin dan terjadi setelah kejadian serupa berlangsung selama dua minggu berturut-turut di pusat kota Melbourne.
Dinamakan "Freedom Walk" yang berarti Jalan Kebebasan, para pengunjuk rasa mengatakan hal ini mereka lakukan sebagai upaya merebut kembali kebebasan.
Penyelenggara unjuk rasa juga mengklaim jika aksi mereka "membuka ruang bagi warganegara untuk bergerak bersama-sama dan menjadi sehat".
Padahal, tindakan unjuk rasa melanggar hukum yang tengah berlaku terkait pembatasan sosial tahap empat di Melbourne.
Selain itu, warga hanya diizinkan untuk berolahraga selama satu jam per hari di kawasan yang beradius 5 kilometer dari rumah mereka.
"Melakukan unjuk rasa adalah tindakan egois, melakukan unjuk rasa itu bodoh, dan berbahaya," kata Premier Victoria, Daniel Andrews, Minggu kemarin. Photo: Polisi Victoria mengepung pengunjuk rasa anti-lockdown dalam sebuah demonstrasi di Melbourne. (ABC News)
Di akhir pekan kemarin, polisi juga telah menangkap 14 orang dan mengeluarkan lebih dari 50 denda dalam unjuk rasa kecil di beberapa lokasi Melbourne.
Sabtu lalu, lebih dari belasan orang ditangkap di Melbourne, sementara unjuk rasa lainnya dilakukan di Sydney dan negara bagian lainnya.
Beberapa warga juga dijatuhi denda sebesar AU$1,652 (Rp 17,9juta) karena melanggar aturan yang seharusnya tinggal di rumah.
Pihak kepolisian telah mengeluarkan 200 surat denda hari Sabtu kemarin, bagi mereka yang melanggar aturan kesehatan, termasuk 16 orang yang tidak mengenakan masker.
Sembilan orang juga didenda di pos pemeriksaan kendaraan di negara bagian Victoria.
Diproduksi dan dirangkum oleh Natasya Salim dari artikel dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dipuji-puji di Luar Negeri, Kebijakan Lockdown Selandia Baru Malah Diprotes Warga Sendiri