jpnn.com, KOTABARU - Kepolisian Resor Kotabaru, Kalsel, masih menyelidiki meninggalnya Muhamad yusuf, wartawan Kemajuan Rakyat (KR) yang meninggal di Lapas Kotabaru, Minggu (10/6).
Dia ditahan atas pemuatan 23 tulisannya yang dinilai negatif oleh perusahaan sawit PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM). Sesuai visum diketahui tidak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh Yusuf.
BACA JUGA: Kronologis Kasus Wartawan Meninggal di Lapas
Dokter Arul Rahman, saat jumpa pers bersama Kapolres Kotabaru Ajun Komisaris Besar Polisi Suhasto, Selasa (12/6) sore menceritakan, Minggu sekitar pukul 14.20, Yusuf tiba di RSUD dibawa oleh petugas Lapas Kotabaru. "Waktu diperiksa denyut nadi sama napasnya sudah tidak ada," katanya.
Maka dia pun segera melakukan tindakan pompa jantung menggunakan telapak tangan selama 10 menit, namun jantung Yusuf tetap tidak berdetak. Ditanya bagaimana suhu tubuh korban pertama kali dia sentuh, kata Arul suhunya hangat.
BACA JUGA: SMSI Desak Polri Seriusi Kasus Kematian Wartawan di Kalsel
Dari rekam medis terakhir di tahun 2015, Yusuf penderita gagal jantung, paru-paru dan asma.
Sementara itu Suhasto mengatakan, korban ditahan di Polres pada tanggal 5 April 2017. Setelah melalui proses yang panjang, kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan pada 8 Mei. Sejak itu dia dipindahkan ke Lapas Kotabaru.
BACA JUGA: Kronologis Kasus Wartawan Meninggal di Lapas
Kasat Reskrim Ajudan Komisaris Polisi Suria Miftah Irawan mengatakan, selama ditahan di ruang tahanan Polres Kotabaru, dia rutin membesuk korban. Juga pemeriksaan dari unit dan dokter kesehatan Polres Kotabaru.
Keluhan Yusuf saat itu kata dia memang soal dada. Yusuf mengaku rutin minum obat dan dibesuk keluarga. "Gak pernah dia sakit waktu di sini," aku Suria.
Awal kejadian, kata Suhasto polisi tahunya pada Minggu (10/6) pukul 14.00. Waktu itu informasi yang masuk, Yusuf muntah dan mengeluh sakit dada di Lapas Kotabaru. Pukul 14.10 informasi itu ditindaklanjuti polisi yang piket.
Pukul 14.20 korban tiga di IGD. Menurut keterangan Arul korban diantar petugas Lapas. Sekitar pukul 14.30 korban dinyatakan meninggal. Tidak lama kemudian istri korban Arpaidah datang ke rumah sakit.
Yusuf dikebumikan di Desa Hilir Muara Kecamatan Pulau Laut Utara, pada Senin (11/6), tidak jauh dari tempat tinggalnya. Kata Kapolres, pihak keluarga keberatan untuk autopsi.
"Kami sudah lakukan investigasi. Dan besok kami akan investigasi full dari Polda dan Polres Kotabaru," ujarnya seraya menambahkan polisi akan berusaha maksimal mengungkap kematian Yusuf secara terang dan dalam.
Pada jumpa pers itu Suhasto kembali menjelaskan, korban diamankan Polres pada 5 April 2017. Dia diduga melalukan tindak pidana UU ITE atas laporan perusahaan kebun PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM).
Pengamanan terhadap Yusuf dilakukan setelah berkali-kali katanya mangkir dari pemanggilan pemeriksaan. "Dari keterangan penyidik, almarhum memang tidak kooperatif."
Penanganan kasus Yusuf kata Suhasto tidak sederhana. Mereka lebih dulu meminta keterangan ahli bahasa dan pidana. Juga meminta keterangan saksi ahli di Dewan Pers yang diwakili Sabam Leo Batubara.
"Ada 21 berita dia kita mintakan pendapat. Dewan Pers menilai produknya tidak sesuai kaidah jurnalistik, beritikad buruk, menghakimi. Dan di sini Dewan Pers menilai kasus dia bisa dikenakan pasal di luar UU Pers," ujarnya.
Jadi tekan Suhasto, polisi sudah prosedural. Adapun terkait pasal UU ITE, dikenakan dengan alasan pasal tersebut jelas mengatur tindak dugaan pidana yang dilakukan Yusuf. "Karena ini wartawan makanya kami koordinasi Dewan Pers."
Memang kata Suhasto, Dewan Pers tidak menerima laporan langsung dari pelapor. Alurnya pelapor ke Polres dengan alasan sudah meminta hak jawab tapi tidak dilayani. Perusahaan kata Suhasto merasa terpojok dengan pemberitaan yang sepihak.
Senin (11/6) Dewan Pers menggelar jumpa pers. Dalam siarannya, Dewan Pers mengatakan Polres Kotabaru pada 28 Maret meminta keterangan ahli. Polres saat itu menyerahkan dua buah berita online.
Dari keterangan BAP, ahli Dewan Pers menilai ke dua berita itu tidak berimbang, tidak uji informasi dan bersifat menghakimi. Narasumber dalam berita juga tidak jelas dan tidak kredibel. Kasus ini disarankan diselesaikan melalui mekanisme hak jawab dan permintaan maaf.
Pada tanggal 2 dan 3 April Polres Kotabaru kembali mendatangi Dewan Pers dengan membawa 21 berita tambahan. Dalam hal ini ahli mengatakan, berita-berita itu umumnya tidak memenuhi standar dan kaidah jurnalistik.
Juga dinilai berita berulang-ulang dengan muatan opini yang menghakimi karena tanpa uji informasi dan keberimbangan. Ketiga, ahli menilai berita untuk kepentingan salah satu pihak tidak bertujuan untuk kepentingan publik.
Terakhir, ahli menilai dalam kasus ini pihak yang dirugikan dapat menempuh jalur hukum dengan undang-undang lain di luar UU Pers. (zal/ay/ran)
Redaktur & Reporter : Soetomo